Thursday, December 16, 2010

Cinta Para Awliya, Mursid Hakiki, Cinta itu Sangat Indah

Mawlana Shaykh Nazim al Haqqani  an-Naqshbandi
 
Dalam Raising Sun, Damascus 2000
Diambil dari 
 
 
Cinta terhadap Allah dan para hamba-Nya adalah sangat indah.  Jika kamu mengerjakan sesuatu dengan cinta, Allah akan menerimanya dan membuatnya terasa menyenangkan bagimu.  Jika kamu mencintai pekerjaaanmu, akan lebih mudah mengerjakannya, sebaliknya jika tidak ia akan membebanimu.  Allah swt berfirman, “Aku tidak membutuhkan ibadahmu, Aku hanya mencari cinta yang kamu berikan.”  Wahai orang yang beriman, kamu tidak boleh mengacuhkan yang satu ini.  Jangan seperti budak yang mendayung dalam kapal layar, jika kamu shalat, lakukanlah dengan cinta, tidak dengan terpaksa, seolah-olah ada seorang pengawas yang mengawasimu dengan cambuk di tangannya.  Allah tidak akan menghargai ibadah seperti itu.  Sekarang kita mencoba untuk melaksanakan semua praktek-praktek yang telah dianjurkan, tetapi lupa untuk memohon cinta Allah sehingga kita bagaikan sebuah robot mekanik atau seperti seorang pesenam. 
 
Allah telah menyuruh kita menggunakan tubuh kita untuk beribadah dan melayani hamba yang lain dengan jalan memberi sumbangan dan melakukan perbuatan baik.  Apa yang akan menjadi buah dari tindakan tersebut?  Jika bukan cinta, tentu itu adalah buah yang pahit dan tidak diterima.  Jika ibadah kita menyebabkan cinta kepada Allah tumbuh dalam hati kita, maka kita harus menjaganya dan melanjutkan praktek itu dalam hidup kita.  Jika kita tetap memelihara hubungan dengan guru spiritual kita, dan merasa bahwa dengan menjaga hubungan ini, cinta kita terhadap Allah semakin tumbuh, maka kita harus mendekatkan diri kita kepadanya.
 
Cinta kepada Allah tidak mudah didapat, karena kita tidak bisa membayangkan-Nya, sehingga Allah swt mengutus Nabi-Nabi untuk mewakili cinta-Nya.  Kekasih Allah, Rasulullah Muhammad saw, adalah media yang murni untuk mentransmisikan cinta itu, oleh sebab itu cinta para sahabat menyatu dengannya dan ditransfer kepada Allah.  Beliau saw adalah wakil Allah dan merupakan Kebenaran yang Haqiqi, sehingga Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang telah melihatku, berarti telah melihat Kebenaran yang Haqiqi.”
 
Ketika delegasi non-muslim mengunjungi Madinah, mereka tercengang melihat cinta dan penghormatan yang diberikan para sahabat kepada Rasulullah saw.  Ketika pulang mereka lapor kepada pemimpinnya, “Kami telah banyak bertemu kaisar, raja, dan kepala suku, tetapi belum pernah kami melihat seorang pemimpin yang pengikutnya begitu setia dan memperlakukannya dengan penuh cinta.”  Bagaimana ini bisa terjadi?  Mereka tidak pernah bisa memahami rahasia cinta ini, sebagaimana ego mereka menyebabkan mereka menolak kerasulan Nabi Muhammad saw. 
 
Cinta sahabat kepada Rasulullah saw begitu dalamnya sehingga mereka sanggup mengatakan, “Kami rela berkorban untukmu Yaa Rasulullah saw, bahkan untuk mengorbankan Ayah dan Ibu kami.” Bagi orang Arab, pernyataan seperti ini lebih bermakna ketimbang, “Aku rela berkoban untukmu, Yaa Rasulullah saw.”  Kenyataannya banyak dari mereka yang menjalani penderitaan yang hampir tidak tertahankan demi iman mereka kepada misi Rasulullah saw: diasingkan, tidak mendapat warisan, diboikot, disiksa, bahkan mati.
 
Siapa yang akan mewakili Rasulullah saw di dunia ini setelah beliau wafat?  Mereka adalah orang-orang yang mampu menimbulkan cinta seperti itu.  Rasulullah saw sendiri memberikan gambaran bahwa siapa yang melihat mereka, akan ingat kepada Allah.  Siapa yang merasa haus akan cinta Allah harus mencari orang-orang seperti itu.  Sekarang ini kebanyakan dari mereka tersembunyi dan Islam telah datang kepada seluruh umat manusia membawa sejumlah petunjuk pelaksanaan dan bentuk dari ibadah—sebuah kerangka yang kosong.  Siapa yang dapat menurunkan cita rasa dari hal-hal semacam itu?  Haruskah masjid ini seperti Gymnasium? Dan sekarang ‘guru senam-nya’ menentang Jalan Sufi, yang merupakan jalur bagi hati, yang membimbing pada kecintaan terhadap Allah swt.
 
Allah telah memberikan suatu instrumen untuk mengukur, bukan tekanan darah, tetapi “tekanan cinta” kita dan target kita adalah untuk membuatnya semakin besar.  Ya carilah cara untuk meningkatkannya setiap hari.  Rasulullah saw pernah bersabda, “Siapa pun yang tidak mengalami peningkatan setiap hari, akan merugi.”  Apa artinya?  Hal ini bukan berarti bahwa jika hari ini kamu shalat 40 rakaat, lalu besok 41 rakaat dan lusa 42 rakaat.  Tidak demikian.  Apa yang diinginkan adalah kamu melakukannya dengan penuh kecintaan terhadap Allah, sehingga Dia bisa mengamati dan berkata, “Hambaku telah mengirimkan cinta lebih banyak dari kemarin.”  Salah satu Grandshaykh kita memberikan suatu kesimpulan yang baik tentang apa yang Saya coba katakan, “Sebutir atom cinta lebih berharga daripada 70 tahun beribadah tanpa cinta.”
 
Wa min Allah at Tawfiq
 
wassalam, arief hamdani

No comments:

Post a Comment