Monday, October 3, 2011

Pintu-pintu Riya'

Riya merupakan perbuatan buruk amat halus. Setiap kita ingin menghindarinya. Namun seakan-akan senjata setan ini terus mengintai kita dalam setiap aktivitas. Dari manakah riya’ bisa masuk?

Mengenali pintu masuk riya’ sangat penting agar kita bisa menutupnya sebelum ia masuk. Inilah mereka, pintu-pintu riya’ dalam sisi praktisnya, agar kita dapat segera menutupnya jika mengenalinya.
 
PINTU RIYA’ DARI SISI AMALAN

Pintu riya’ yang terburuk adalah tujuan seseorang dalam beramal sama sekali tidak untuk Allah. Ia benar-benar melakukan amal agar diketahui orang lain bahwa ia melakukannya dan tak bermaksud ikhlas secara mutlak. Yang seperti ini merupakan salah satu bentuk kemunafikan.

Riya’ juga bisa menyusup kepada orang yang mulanya beramal karena Allah, namun ketika ada orang yang memperhatikannya, maka ia memperbagus amalannya. Ini adalah syirik halus.

Sering juga riya’ menyusup setelah seseorang selesai mengerjakan amalannya. Ia melakukan ibadah karena Allah dan juga mengakhirinya karena Allah. Lalu, ia dikenal orang banyak dengan ibadahnya tesebut dan dipuji oleh orang-orang. Akibatnya , pujian itu terbetik dalam hatinya dan dirinya berharap  agar mereka memuji dan memuliakannya. Parahnya, kadang-kadang yang seperti ini mendapatkan tujuan-tujuan duniawi yang ia harapkan dari fenomena ini. Lalu ketidakikhlasannya bertambah parah.
 
PINTU PENAMPILAN DAN BADAN
 
Ada juga pintu masuk riya’ yang bersifat badani dan penampilan. Misal, orang yang menampakkan pacar (sejenis bunga) dan celak mata agar orang-orang yang melihatnya menilai bahwa ia adalah seorang ahli ibadah. Kadang, orang melakukan riya’ dalam bentuk ini melakukannya dengan cara merendahkan suara, membiarkan mulutnya kering, melemaskan badannya untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa ia sedang berpuasa.
 
Termasuk dalam kategori ini adalah orang yang memakai pakaian sederhana, compang camping, atau penuh tambalan agar orang-orang mengira bahwa ia adalah seorang yang zuhud terhadap dunia. Bisa juga, orang yang memakai pakaian tertentu yang biasa dipakai oleh ulama misalnya jubah, surban agar dianggap sebagai orang yang  yang ahli agama. Tentu berbeda masalahnya jika golongan yang pertama benar-benar tak punya pakaian yang bagus, atau jika golongan yang kedua benar-benar ikhlas melakukannya karena mengikuti sunnah.
 
Penampilan di mimbar dan forum juga riskan terhadap riya’. Yang seperti ini bisa terjadi pada tokoh agama saat memberikan nasihat dan ceramah. Bisa juga berbentuk menjadi omongan dan wibawa dalam berdiskusi dan berdialog untuk menunjukkan banyaknya ilmu yang dimiliki.
 
PINTU HUBUNGAN SOSIAL
 
Riya’ bisa juga terjadi dalam masalah hubungan sosial yang baik. Misal, orang-orang yang memaksakan diri mereka untuk mengunjungi seseorang  yang alim, agar dikatakan bahwa mereka telah mengunjungi orang alim tersebut. Atau sebaliknya, seseorang yang mengundang orang-orang untuk mengunjunginya agar dikatakan bahwa para ulama bolak balik bertamu ke rumahnya. Atau bisa saja para orang alim datang ke rumahnya untuk urusan tertentu, namun orang-orang kagum karena orang alim pun datang ke rumahnya, sehingga ia senang dengan kekaguman masyarakat tersebut.
 
YANG HALUS LAGI SAMAR
 
Riya’ sering masuk dalam bentuk yang sangat halus. Contohnya, adalah orang yang mencela dirinya sendiri di hadapan orang lain.  Ternyata di dalam hatinya tersembunyi keinginan agar orang mengira dirinya adalah orang yang tawadhu’ sehingga ia akan terangkat derajatnya di hadapan mereka, lalu mereka memujinya dengan sikapnya tersebut.

Di antara pintu riya’ yang amat samar adalah orang yang beramal dengan menyembunyikan amalnya agar tidak diketahui seorangpun, merahasiakan ketaatannya. Walaupun demikian, jika ia bertemu orang-orang ia lebih senang jika mereka yang memulai salam kepadanya., atau mereka menyambutnya dengan wajah ceria dan menyanjungnya serta memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Jika ia tidak mendapatkan semua ini, maka hatinya merasa sakit, seakan akan ia ingin mendapatkan penghormatan dari ketaatan yang ia sembunyikan.

Termasuk dalam yang samar ini adalah menjadikan keikhlasan sebagai sarana untuk mencapai keinginan yang dimaksud. Ibny Taimiyah bercerita, 

“Diceritakan bahwa Abu Hamid Al-Ghazali menyampaikan kepadanya, bahwa barangsiapa yang ikhlas karena Allah selama 40 hari akan memancar hikmah dari hatinya ke mulutnya. Ia pun berkata, ‘Maka aku telah berbuat ikhlas selama 40 hari, akan tetapi belum juga memancar hikmah maka ketika aku mengatakan hal itu kepada sebagian orang orang bijak, mereka berkata kepadaku, ‘Sesungguhnya kamu telah mengusahakan ikhlas karena ingin mendapatkan hikmah bukan karena Allah.’”
 
Sungguh banyak pintu-pintu riya’. Yang tersebut di atas hanyalah sebagian darinya. Intinya adalah ketika kita merasa nikmat dengan pandangan atau perkataan orang lain tentang kebaikan kita, maka di situlah pintu riya’ mulai terbuka. Maka berhati-hatilah. Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang ikhlas.
 
Ditulis ulang oleh islam yang sejuk, sumber; majalah nikah

No comments:

Post a Comment