Saturday, July 30, 2011

DIA

HUA = dia lelaki, 
dan HIA = dia perempuan, 
keduanya tidak mencapai untuk mengibaratkan tentangNya 
menurut harfiyah (dan tidak dapat memberitakan tentangNya menurut lafaz; 
Sedangkan HUA diertikan lelaki, 
padahal Allah bukan lelaki dan bukan perempuan).


Tiada mungkin huruf itu 
mengibaratkan tentang Allah Yang Maha Suci, 
kerana huruf itu tergolong dari makhluk-makhlukNya.


Huruf itu laksana suradiq=debu,
atau apa yang menjulang,
yang meliputi sesuatu untuk membuat bentuk 
terhadap apa yang dinyatakan oleh Allah 
dari segi kebendaan.


Dan suradiq itu berada di maqar (tempat), 
dan maqar itu di mustaqar (tempat yang teguh),
dan mustaqar itu di iqrar, 
dan iqrar itu di qarar (tempat yang tetap),
dan qarar itu di tamkin (kedudukkan ditempat yang teguh),
dan tamkin itu rangkaian huruf dari huruf-hurufNya (yakni dari mulai kalimat suradiq maqar dan mustaqar, kesemuanya itu adalah terkepung dan terbatas,yang mana sesuatu itu bersifat dengan apa yang ditangani huruf-huruf serta yang dinamakan...kemudian sesuatu-sesuatu itu dalam iqrar dan lemah terhadap PenciptaNya...


Pencipta itulah yang memberi tamkin 
kepada sesuatu-sesuatu didunia ini,
kemudian kelak akan dibinasakan bila dikehendaki olehNya.


Huruf itu menghijab erti makna,
sedang erti makna menghijab mahiyat(keadaan).


Huruf itu merupakan hijab 
yang tidak dapat ditembus oleh penembus - penembus
dan tidak dapat di masuki oleh para penempuh 
kecuali dengan izinKu.


Huruf yang paling tinggi adalah NamaKu,
dan huruf pertengahan adalah kemahuanKu yang keras,
dan semua huruf itu adalah bahasaKu 
dan lisan-lisanKu. 


Malaikat itu berkenan melapangkan Nama itu, 
kerana itu adalah pintunya, 
dan Jin melapangkan kemahuan keras 
kerana itu adalah pintunya,
dan insan melapangkan semua huruf 
kerana itu adalah pintunya.

Friday, July 29, 2011

Sebuah Orientasi

Assalamu'alaikum wrwb, sebagai bahan renungan semoga bermanfa'at.


“ Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran ”.QS 39 : 27


“ dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus “.QS 36 : 61


Alangkah sederhananya motto ayat terakhir ini?


Tetapi jika kita rajin berpikir dua kali, kita akan bertemu dengan suatu kehebatan yang tidak terbayangkan sebelumnya.


Jalan yang lurus boleh diartikan jalan yang benar, bukan jalan yang salah atau sesat. Jalan yang lurus dapat juga diartikan jalan langsung yang tidak bercabang atau menyimpang ke sana ke mari. Jalan yang lurus boleh pula diartikan jalan yang terdekat untuk mencapai sesuatu. Sungguhpun sholat dapat disebut jalan terdekat ataupun jalan langsung, belum juga terlihat kehebatan yang terkandung oleh kalimat tersebut sebelum diuraikan lebih dahulu hal-hal apa yang telah diterobos oleh jalan terpendek itu.


Dr. Paryana Suryadipura menguraikan alam menurut pandangan tasawuf Islam (alam pikiran:160- 164) yang terdiri atas beberapa lapis dan beberapa tingkatannya.


LAPISAN PERTAMA : Di mana manusia hidup dengan tubuh kasarnya dan segala sesuatu dalam alam tersebut dihayati melalui panca indera lahir. Alam ini disebut Alam nasut dan manusia hanya sadar akan alam ini, dan jiwanya bergantung bagaimana keadaan badan lahirnya. Hal ini tak perlu dibuktikan lagi.


LAPISAN KEDUA (alam jabarut) : Letaknya di sekitar alam nasut dan berkemungkinan sekali saling overlapping secara ruang berdimensi empat dengan alam nasut ini. Yang mendiami alam ini adalah golongan jin, syaithon, gondoruwo (kuntil anak) dan berbagai jenis orang halus lainnya. Alam ini tidak terjangkau oleh panca indera manusia biasa; yang mencapainya dalam kesadaran adalah kaum mistik, sedang manusia biasa hanya mencapainya dalam impian atau pengalaman rohani tanpa tubuh kasar. Pada mulanya Rasulullah SAW diberi tahu tentang ini oleh Allah SWT setelah suatu peristiwa terjadi :


“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya) ." Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan”. QS 46 : 29


Setelah turun ayat ini barulah kemudian beberapa golongan jin datang secara khusus kepada Rasulullah SAW untuk meminta pelajaran.


LAPISAN KETIGA (alam malakut) : Di alam ini berdiamlah malaikat dan roh-roh nenek moyang yang telah suci. Rasulullah SAW menegaskan batasnya dan menyatakan bahwa penduduk alam jabarut tidak dapat memasuki alam tersebut.


“Pada saat syaithan-syaithan tak dapat lagi mendengarkan berita-berita dari langit dan mereka diusir dengan lemparan benda-benda berapi. Maka pulanglah syaithan-syaithan itu kepada kaumnya, lalu ditanyai:”Kenapa kamu semua ini?”. Yang baru datang menjawab: "Kita tak dapat lagi mengetahui berita langit dan kami telah diusir dengan lemparan benda-benda berapi”. HR Muslim : 274


Manusia bisa tidak akan pernah mencapai alam ini dalam penghayatan secara sadar; tetapi demikian halnya bagi yang terbuka kasyaf (para Nabi)


LAPISAN TERAKHIR (alam yang tiada terpermanai luasnya disebut alam lahut) : Tidak satu makhluk pun sampai ke sana termasuk malaikat-malaikat. Hal ini jelas diceriterakan dalam riwayat perjalanan Mi’raj Nabi Muhammad SAW dan hanya beliaulah yang sampai ke sana, diantarkan oleh malaikat Jibril pada batas tertentu. Justru kedatangan beliau ke sana dalam rangka menerima perintah kewajiban mendirikan Sholat. "Alam inilah yang melulu berisi dzat Tuhan, samudra taufik yang tiada terpantai,tiada awal dan akhir”.(alam pikiran : 164 )


Alam-alam inilah yang diterobos oleh jalan lurus tersebut, yakni sholat. Betapapun tebalnya lapisan-lapisan alam itu, jika sholat khusyu’ telah didirikan dan diterimanya. Dia telah berada dalam jarak sedekat-dekatnya dengan hambanya yang bersholat terutama di waktu bersujud. Komunikasi tingkat tinggipun berlangsunglah tanpa perantara.


Jika timbul keinginan hendak menduga jarak yang telah dilampaui dalam berkomunikasi ini, akan bertambah terasalah kehebatan itu, dan kebetulan seorang shahabat kami E Kuswanda mengatakan ayat di bawah untuk digunakan sebagai pegangan :


“ Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun[1510] “.QS 70 : 4


[1510]. Maksudnya: malaikat-malaikat dan Jibril jika menghadap Tuhan memakan waktu satu hari. Apabila dilakukan oleh manusia, memakan waktu limapuluh ribu tahun.


Marilah kita menghitung!


Jarak tempuh tercepat yang dapat dilakukan manusia di bumi pada saat turunnya wahyu di atas adalah dengan berkuda yang rata-rata 60km/jam. Berarti jauh jarak perjalanan lurus yang diiktibarkan kepada sholat kira-kira :


50.000x12x30x24x60k m=25.920. 000.000km


Jarak itu ditempuh oleh malaikat dalam tempo sehari berarti :


24x60x60”(detik)=86.400 detik


Untuk mengetahui kecepatan malaikat yang disebut oleh ayat di atas adalah :


(50.000x12x30x24x60”km) : (24x60x60”)=300.000km/ detik


Kecepatan ini sesuai dengan ilmu fisika modern yang mengatakan kecepatan 300.000km/detik itu adalah kecepatan cahaya sedangkan Rasulullah SAW bersabda :


“ Malaikat itu diciptakan dari cahaya dan jin diciptakan dari nyala api…”.HR Muslim


Itulah kehebatan dari sholat ,walaupun dalam kenyataannya ia muncul dari pengertian yang sederhana. Ahli- ahli ilmu jiwa modernpun mempunyai tanggapan yang sama terhadap sholat sebagaimana tersirat dalam kalimat di bawah :




“Mula-mula orang menyangka, bahwa sholat itu mengucapkan kata-kata; akan tetapi dia mengerti bahwa sholat itu tidak berdiam, akan tetapi mendengar. Dengan demikian sholat berarti tidak mendengar kata-kata sendiri, sholat berarti berdiam dan menunggu, agar yang sholat mendengar suara Tuhan”. (TM..Huebner) Alam Pikiran : 257


Orientasi lain yang ditulis oleh Dr. Paryana sendiri menyatakan: "Pada waktu kita menjalankan sholat, maka pikiran kita tidak lagi mempunyai hubungan dengan keadaan di dunia ini; pikiran kita pada waktu sholat keluar dari pusat akal dan selanjutnya mengalir ke arah budi; di dalam budi pikiran kita bebas dari pengaruh-pengaruh buruk. Lebih dalam pikiran kita di dalam sholat ditujukan ke arah Tuhan yang Maha Esa, lebih erat pikiran ini mempunyai hubungan dengan Dia. Adapun hubungan pikiran kita dengan Tuhan yang Maha Esa tidak beda dari hubungan antara matahari dengan zat hijau (chlorophyl) dari daun-daun. Chlorophyl yang disinari matahari membentuk zat tepung, proses demikian dinamai assimilatie. Demikian pada waktu kita sholat pikiran kita yang boleh diibaratkan chlorophyll mengasimilasikan Nur Illahi dan hasilnya ialah pikiran yang bebas dari keinginan dan marah, akan tetapi diisi dengan tenaga mencipta dan menyusun sesuai dengan sifat Illahi”.(Alam Pikiran:2590)


Masih banyak tinjauan-tinjauan lain ataupun tinjauan-tinjauan yang kita pikirkan sendiri, asal tidak keluar dari garis keimanan, menunggu saatnya untuk diolah disamping menunggu petunjuk dari Allah SWT. Mintalah petunjuk kepada-Nya, sekali petunjuk itu turun, petunjuk berikutnya akan bermunculan sebagaimana yang telah dijanjikan-Nya :


“ Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya”. QS 19 : 76






Sumber : - Pengantar Sholat yang khusyu’ drs Ahmad Syafi’I MK
( penerbit PT . REMAJA ROSDAKARYA-BANDUNG 1991 )

Thursday, July 28, 2011

Khutbah Rasulullah saw Di Ghadir Khum

PADA 18 Dzulhijjah, setelah melaksanakan haji terakhirnya (hajj al-wada) Nabi Muhammad saw pergi meninggalkan Makkah menuju Madinah bersama sekira tujuhpuluh ribu kaum Muslim kemudian berdiam pada satu tempat bemama Ghadir Khum (kini dekat dengan Juhfah) dan di tempat ini pula turun wahyu (lihat Tafsir Ath-Thabari, jilid 7, hal. 109; dan Tafsir al-Durr al-Mantsur karya Jalaluddin Suyuti, jilid 3, hal. 8).


Kemudian Rasulullah saw berkhutbah: “Puji-pujian hanya milik Allah. Kami memohon pertolongan, dan keyakinan, serta kepada-Nyalah kami beriman. Kami mohon perlindungan kepada-Nya dari kejahatan jiwa-jiwa kita dan dosa-dosa perbuatan kita. Sesungguhnya tiada petunjuk bagi seseorang yang telah Allah sesatkan, dan tiada seorang pun yang sesat setelah Allah beri petunjuk baginya.


“Hai, kaum Muslimin! ketahuilah bahwa Jibril sering datang padaku membawa perintah dari Allah, yang Maha Pemurah, bahwa aku harus berhenti di tempat ini dan memberitabukan kepada kalian suatu hal. Lihatlah! Seakan-akan waktu semakin dekat saat aku akan dipanggil (oleh Allah) dan aku akan menyambut panggilannya.


“Hai, kaum Muslimin! Apakah kalian bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya. Surga adalah benar, neraka adalah benar, kematian adalah benar, kebangkitan pun benar, dan ‘hari itu pasti akan tiba, dan Allah akan membangkitkan manusia dari kuburnya?” Mereka menjawab: “Ya, kami meyakininya.”


la melanjutkan: “Hai, kaum Muslimin! Apakah kalian mendengar jelas suaraku?” Mereka menjawab: “Ya.” Rasul berkata: “Dengarlah! Aku tinggalkan bagi kalian 2 hal. paling berharga dan simbol penting yang jika kalian setia pada keduanya, kalian tidak akan pernah tersesat sepeninggalku. Salah satunya memiliki nilai yang lebih tinggi dari yang lain.”


Orang-orang bertanya: “Ya, Rasulullah, apakah dua hal. yang amat berharga itu?”


Rasulullah menjawab: “Salah satunya adalah kitab Allah dan lainnya adalah Itrah Ahlulbaitku (keluargaku) . Berhati-hatilah kalian dalam memperlakukan mereka ketika aku sudah tidak berada di antara kalian, karena, Allah, Yang Maha Pengasih, telah memberitahukan ku bahwa dua hal. ini (Quran dan Ahlulbaitku) tidak akan berpisah satu sama lain hingga mereka bertemu denganku di telaga (al-Kautsar) . Aku peringatkan kalian, atas nama Allah mengenai Ahlulbaitku. Aku peringatkan kalian atas nama Allah, mengenai Ahlulbaitku. Sekali lagi! Aku peringatkan kalian, atas nama Allah tentang Ahlulbaitku!”




“Dengarlah! Aku adalah penghulu surga dan aku akan menjadi saksi atas kalian maka barhati-hatilah kalian memperlakukan dua hal. yang sangat berharga itu sepeninggalanku. Janganlah kalian mendahului mereka karena kalian akan binasa, dan jangan pula engkau jauh dari mereka karena kalian akan binasa!


“Hai, kaum Muslimin! Tahukah kalian bahwa aku memiliki hak atas kalian lebih dari pada diri kalian sendiri?” Orang-orang berseru: “Ya, Rasulullah.”


Lalu Rasul mengulangi: “Hai, kaum Muslimin? Bukankah aku memiliki hak atas kaum beriman lebih dari ada diri mereka sendiri?” Mereka berkata lagi: “Ya, Rasulullah.”


Kemudian Rasul berkata:”Hai Kaum Muslimin! Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan aku adalah Maula semua orang-orang beriman.”


Lalu ia merengkuh tangan A1i dan mengangkatnya ke atas. la berseru: “Barang siapa mengangkatku sebagai Maula maka Ali adalah Maulanya pula (ia mengulang sampai tiga kali). Ya, Allah! Cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya. 


Bantulah orang-orang yang membantunya. Selamatkanlah orang-orang Yang menyelamatkannya, dan jagalah kebenaran dalam dirinya ke mann pun ia berpaling! (artinya, jadikan ia pusat kebenaran).


“Ali adalah putra Abu Thalib, saudaraku, washi-ku, dan penggantiku (khalifah) dan pemimpin sesudahku. Kedudukannya bagiku bagaikan kedudukan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada Nabi setelahku. la adalah pemimpin kalian setelah Allah dan Utusan-Nya.


“Hai, kaum Muslimin! Sesungguhnya Allah telah menunjuk dia menjadi pemimpin kalian. 


Ketaatan padanya wajib bagi seluruh kaum Muhajirin dan kaum Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan dan penduduk kota dan kaum pengembara, orang-orang Arab dari orang-orang bukan Arab, para majikan dan budak, orang-orang tua dan muda, besar dan kecil, putih dan hitam.


“Perintahnya harus kalian taati, dan kata-katanya mengikat serta perintahnya menjadi kewajiban bagi setiap orang yang meyakini Tuhan yang satu. Terkutuklah orang-orang yang tidak mematuhinya, dan terpujilah orang-orang yang mengikutinya, dan orang-orang yang percaya kepadanya adalah sebenar-benarnya orang beriman. Wilayahnya (keyakinan kepada kepemimpinannya) telah Allah, Yang Maha kuasa dan Maha tinggi, wajibkan.”


“Hai kaum Muslimin, pelajarilah Quran! Terapkanlah ayat-ayat terapkanlah ayat-ayat yang jelas maknanya bagi kalian dan janganlah kalian mengira-ngira ayat-ayat yang bermakna ganda ! 


Karena, Demi Allah, tiada seorang pun yang dapat menjelaskan ayat-ayat secara benar akan makna serta peringatannya kecuali aku dan lelaki ini (Ali), yang telah aku angkat tangannya ini di hadapan diriku sendiri.


“Hai kaum Muslimin, inilah terakhir kalinya aku berdiri di mimbar ini. Oleh karenanya, dengarkan aku dan taatilah dan serahkan diri kalian kepada kehendak Allah. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan kalian. Setelah Allah, Rasulnya, Muhammad yang sedang berbicara kepada kalian, adalah pemimpin kalian. Selanjutnya sepeninggalku, Ali adalah pemimpin kalian dan Imam kalian atas perintah Allah. Kemudian setelahnya kepemimpinan akan dilanjutkan oleh orang-orang yang terpilih dalam keluargaku hingga kalian bertemu Allah dan Rasulnya.


“Lihatlah, sesungguhnya, kalian akan menemui Tuhanmu dan ia akan bertanya tentang perbuatan kalian. Hati-hatilah! Janganlah kalian berpaling sepeninggalku, saling menikam dari belakang! 


Perhatikanlah! Adalah wajib bagi orang-orang yang hadir saat ini untuk menyampaikan apa yang  aku katakan kepada mereka yang tidak hadir karena orang-orang yang terpelajar akan lebih memahami hal ini daripada beberapa orang yang hadir dari saat ini. Dengarlah! Sudahkah aku sampaikan ayat Allah kepada kalian? Sudahkah aku sampaikan pesan Allah kepada kalian?”


Semua orang menjawab, “Ya.” Kemudian Nabi Muhammad berkata, “Ya, Allah, saksikanlah.”


Hadits tersebut terdapat dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, jilid 4, hal.329; kitab tafsir Asy-Syaukani, jilid 5, hal.189; dan kitab tafsir Alusi, jilid 28, hal.37.






www.ahmadsahidin. wordpress. com

Wednesday, July 27, 2011

IBU MITHALI... Sebuah Kisah Yang Menyentuh...

PENERIMA ketiga berjalan perlahan-lahan turun dari pentas. Di lehernya, telah terkalung pingat "Ibu Mithali". Tangan kanannya menggenggam erat satu sampul dan segulung sijil. Tangan kirinya pula memegang beberapa hadiah iringan. Anaknya setia melangkah di sisi.


"Sekarang ....," suara pengacara majlis bergema kembali, "Tibalah kita kepada penerima anugerah "Ibu Mithali" yang terakhir. Penerima ini agak lain daripada yang lain dan sungguh istimewa. Untuk itu, dipersilakan Puan Afifah Rashid naik ke pentas bersama- sama Cik Nurul Humairah, untuk tampil memperkenalkan ibunya. Dipersilakan. "


Mataku tercari-cari pasangan ibu dan anak yang bakal mengambil tempat itu. Di barisan penonton paling hadapan, aku dapati seorang anak gadis berkulit hitam m anis dan bertubuh tinggi lampai, sedang berusaha memujuk seorang wanita dalam lingkungan usia 60-an untuk bangun.


Aneh, kenapa ibu yang seorang ini nampaknya begitu keberatan untuk naik ke pentas? Kenapa dia tidak seperti tiga orang penerima sebelumnya, yang kelihatan begitu bangga menapak naik ke pentas, sebaik sahaja mereka dijemput?


Hampir lima minit kemudian, barulah tampak si anak gadis yang memakai sepasang kebarung bertanah ungu dan berbunga merah jambu serta bertudung ungu kosong, bersusah payah memimpin ibunya naik ke pentas.


Ibu itu pun menduduki kerusi yang telah diduduki oleh tiga orang penerima sebelumnya. Anak gadis itu kemudiannya beredar ke pembesar suara. Dia beralih pandang kepada ibunya yang hanya tunduk memerhati lantai pentas.


'Pelik sungguh ibu yang seorang ini. Lagaknya bukan lagak orang yang akan menerima anugerah. Dia tak ubah seperti seorang pesalah yang sedang menanti hukuman. Duduknya serba tak kena. Sekejap beralih ke kanan, sekejap berpusing ke kiri. Tangannya menggentel-gentel baju kurung biru muda yang dipakainya.'


Dehem si anak dalam pembesar suara membuat aku sedikit tersentak.
Tumpuanku yang sekian lama terhala ke pentas, aku alihkan pada buku notaku. Aku menconteng-conteng helaian yang masih putih bersih itu untuk memastikan penku dalam keadaan yang baik. Kemudian, aku memeriksa kameraku. Filemnya masih ada. Baterinya masih dapat bertahan.


Sempat juga aku mengerling rakan-rakan wartawan dari syarikat akhbar dan majalah lain yang duduk di kiri kananku. Nampaknya, pen sudah berada dalam tangan masing-masing. Mata mereka sudah terarah kepada ibu di atas pentas dan anak yang sudah pun memulakan bicaranya dengan bismillah dan, memberi salam.


Aku tersenyum dan mengangguk kepada rakan- rakan wartawan yang duduk semeja denganku. Tetapi, senyuman dan anggukanku sudah tidak sempat mereka balas. Aku lantas mengemaskan dudukku mencari posisi yang paling selesa.


"Pertama sekali, saya ingin memanjatkan rasa syukur ke hadrat Allah, kerana dengan izin-Nyalah saya dan, mak berada dalam majlis yang gilang-gemilang ini. Seterusnya, saya ingin merakamkan penghargaan saya kepada pihak penganjur yang telah mempertimbangkan mak saya sebagai, salah seorang penerima anugerah "Ibu Misali" tahun ini."




Suasana menjadi sunyi. Hadirin memberi tumpuan sepenuhnya kepada percakapan gadis itu.


"Sebetulnya, ketika saya kecil, saya memang membenci mak. Darjah kebencian itu meningkat setelah saya mendapat tahu Puan Afifah hanyalah mak angkat saya. Pada masa yang sama, saya merasakan sayalah anak yang paling malang , disisihkan oleh ibu sendiri, dan diperhambakan pula oleh mak angkat untuk membantu menjaga anak-anak kandungnya"




"Membantu menjaga anak- anak kandungnya? Mungkin, persoalan itu sedang pergi balik dalam benak tuan-tuan dan puan-puan sekarang.. Persoalan itu pasti akan terjawab sebentar lagi, apakala saya mempertontonkan rakaman video yang memaparkan kehidupan anakanak kandung mak. Sebelum itu, saya harus menegaskan bahawa anak-anak yang bakal hadirin lihat nanti bukan terdiri daripada doktor, peguam, jurutera, pensyarah, ahli perniagaan, pemimpin masyarakat, dan guru, seperti mana anak ketiga-tiga "Ibu Mithali" yang baru menerima anugerah sebentar tadi."
Suara hadirin yang kehairanan mula kedengaran.


"Inilah dia abang-abang dan kakak- kakak saya!" suara hadirin semakin kedengaran. Mereka tidak dapat membendung rasa kekaguman.


"Yang mengeluarkan berbagai-bagai bunyi itu, Abang Long. Yang sedang merangkak ke sana ke mari itu, ialah Kak Ngah. Yang sedang mengesot ke ruang tamu itu, ialah Abang Alang. Yang sedang berjalan sambil berpaut pada dinding itu, ialah Kak Anjang. Yang sedang berjalan jatuh dari dapur ke dalam bilik itu, ialah Abang Andak."


"Seperti yang tuan-tuan dan puan-puan saksikan, tahap kecacatan fizikal dan mental abangabang dan, kakak-kakak saya tidak sama. Daripada yang tidak boleh bercakap dan bergerak langsung, seperti bayi yang baru lahir hinggalah kepada yang boleh berjalan jatuh dan, bercakap pelat-pelat, seperti budak berumur satu atau, dua tahun."
Hadirin yang sebentar tadi bingit suaranya kini terdiam kembali. Mereka menonton video yang sedang ditayangkan itu dengan khusyuknya.


"Untuk pengetahuan semua, abang-abang dan kakak-kakak saya, telah menjangkau usia 20-an dan, 30-an. Namun, meskipun telah dilatih dengan sungguh-sungguh, mereka masih belum pandai mengurus makan minum dan berak kencing mereka sendiri. Lihatlah betapa sukarnya mak hendak melayan makan dan, pakai mereka."
"Sewaktu saya berusia enam atau, tujuh tahun, saya sering mencemburui abang-abang, dan kakak-kakak kerana mereka, mendapat perhatian istimewa daripada mak. Saya iri hati melihat mak memandikan mereka. Saya sakit hati melihat mak menyuap mereka. Sedang saya disuruh buat semua itu sendiri."


"Mirah dah besar, kan ? Mirah dah boleh uruskan diri Mirah sendiri, kan ?" Lembut nada suara mak tiap kali dia memujuk saya. Namun, kelembutan itu telah menyemarakkan api radang saya


"Tapi, mak tak adil!" Saya kerap membentak. "Mak buat segalagalanya untuk kakak- kakak dan abang- abang. Kalau untuk Mirah, mak selalu berkira!"


"Mirah, abang-abang dan kakak-kakak Mirah tidak secerdas Mirah. Mereka cacat!" Berkali-kali mak menegaskan kepada saya. "Sebab itulah mak terpaksa membantu mereka."




"Mereka cacat apa, mak?" Saya membeliakkan mata kepada mak. "Semua anggota mereka cukup. Kaki dan tangan mereka tidak kudung. Mata mereka tidak buta. Yang betulnya, mereka malas, mak!"


"Mirah ... Mirah belum faham, sayang." Suara mak akan menjadi sayu tiap kali dia mempertahankan kakak-kakak dan abang-abang saya. Tetapi, kesayuan itu tidak pernah mengundang rasa simpati saya.


"Apabila difikirkan kembali, saya merasakan tindakan saya itu terlalu bodoh. Abang-abang dan kakak-kakak tak pernah kacau saya. Mak pun cuma sekali-sekala saja meminta bantuan saya menyuapkan mereka makan atau menukar kain lampin mereka. Itu pun saya tidak pernah ikhlas menolong.
Saya akan merungut tidak henti-henti sepanjang masa saya melakukan itu. Jika makanan yang saya suap tumpah atau jika abang-abang dan kakak-kakak terkencing atas tangan saya, ketika saya sedang menyalin kain lampin mereka, tangan saya ringan saja mencubit atau menampar mereka. Saya tahu mereka tidak pandai mengadu perbuatan jahat saya kepada mak. Ketika itu, memang saya langsung tidak punya rasa hormat kepada abang-abang dan kakak-kakak. Kepada saya, kehadiran mereka menyusahkan hidup saya."


"Hantarlah abang-abang dan kakak-kakak ke rumah kebajikan, mak." Saya pernah mengusulkan kepada mak, ketika saya berusia sepuluh tahun.
"Lepas itu, mak dan ayah boleh hidup senang-lenang macam mak dan ayah orang lain. Mirah pun takkan rasa terganggu lagi."


"Mereka anak-anak mak, Mirah. Jadi, maklah yang patut jaga mereka, bukan petugas-petugas di rumah kebajikan." Begitu reaksi mak setiap kali saya mencadangkan hal itu.


"Saya langsung tidak menghormati, apatah lagi mengagumi pendirian mak.
Mak memang sengaja menempah masalah. Mak tidak menghargai jalan keluar yang telah sedia terentang di hadapannya."


"Rasa geram dan marah saya sampai ke puncaknya, semasa saya berusia dua belas tahun. Pada hari itu, mak demam teruk hingga tidak dapat bangun. Ayah terpaksa ambil cuti untuk membawa mak ke klinik. Lalu, saya ditinggalkan untuk menjaga abang-abang dan kakak-kakak di rumah.
Sebelum meninggalkan rumah, biarpun dalam keadaan yang lemah, berkali-kali mak sempat berpesan kepada saya, agar jangan lupa memberi abang-abang dan kakak-kakak makan, dan menukar kain lampin mereka."
Suasana dewan terus sunyi. Hadirin masih khusyuk mendengar cerita gadis itu.


"Itulah kali pertama saya ditinggalkan bersama-sama abang-abang dan kakak-kakak, selama lebih kurang lima jam. Jangka masa itu cukup menyeksakan. Kebetulan pada hari itu, abang-abang dan kakak-kakak benar-benar mencabar kesabaran saya. Entah mengapa Abang Long enggan makan. Jenuh saya mendesaknya. Abang Alang dan Kak Ngah pula asyik mencirit saja. Letih saya menukar kain lampin mereka. Abang Andak pula, asyik main air ketika saya memandikannya. Basah lencun baju saya dibuatnya. Kak Anjang pula, asyik sepahkan nasi dan tumpahkan air.
Penat saya membersihkannya. "




"Apabila mak dan ayah pulang, saya sudah seperti kain buruk, tubuh saya lunyai. Saya sudah tidak berupaya melihat muka mak dan ayah. Saya terus melarikan diri ke rumah ibu kandung saya, yang terletak di sebelah rumah mak.. Begitulah lazimnya. Apabila fikiran saya terlalu kacau, saya akan ke rumah ibu untuk mencari ketenangan."


"Ibu!" Saya menerpa masuk lalu memeluk ibu. "Kenapa ibu bagi Mirah kepada mak? Kalau ya pun ibu tidak suka Mirah, bagilah Mirah pada orang lain yang lebih menyayangi Mirah, bukan mak."


"Mirah!" Ibu merangkul saya. " Kan dah berkali-kali ibu tegaskan yang ibu bagi Mirah kepada mak bukan kerana ibu tak sayang Mirah."


"Lazimnya ibu akan membuka kembali lipatan sejarah hidupnya apabila situasi itu berlaku.. Ibu ialah kakak mak. Ibu sakit teruk setelah melahirkan saya. Selama berbulan-bulan ibu terlantar di hospital, mak yang telah menjaga saya. Setelah ibu sembuh, ibu dapat lihat sendiri betapa gembiranya mak dapat menjaga seorang anak normal.


Justeru, ibu tidak sampai hati hendak memisahkan kami."


"Ibu telah berasa betapa nikmatnya menjaga tujuh orang anak yang pintar dan cerdas. Jadi, biarlah nikmat itu turut dirasakan oleh mak pula dengan menjaga Mirah. Lagipun, dengan menyerahkan Mirah kepada mak, ibu masih dapat melihat Mirah membesar di hadapan mata ibu, walaupun Mirah tinggal bersama-sama mak. Dari pemerhatian ibu, ibu rasa, mak lebih menyayangi Mirah berbanding dengan anak anaknya yang lain."


"Sayang apa? Ibu tahu tak yang rumah tu macam neraka bagi Mirah? Ibu tahu tak yang Mirah ni tak ubah seperti hamba di rumah tu?"


"Jangan besar-besarkan perkara yang kecil, Mirah. Ibu tahu sekali-sekala saja mak membebankan Mirah dengan kerja-kerja rumah dan tugas menjaga abang-abang dan kakak-kakak Mirah. Itu pun Mirah buat tidak sesungguh hati. Nasi mentahlah, lauk hanguslah, abang-abang, dan kakak-kakak kena lempanglah."


"Mak adu semua kepada ibu, Ya?" Saya masih mahu berkeras meskipun saya tahu saya bersalah.


"Mak jarang-jarang mengadu keburukan Mirah kepada ibu. Ibu sendiri yang kerap mengintai Mirah dan melihat bagaimana Mirah melaksanakan suruhan mak."


"Saya tunduk. Saya sudah tidak sanggup menentang mata ibu."


"Ibu malu, Mirah. Ibu mengharapkan kehadiran Mirah di rumah mak kau itu dapat meringankan penderitaan mak.


Tetapi, ternyata kehadiran Mirah di rumah itu menambahkan beban mak."


"Saya benar-benar rasa terpukul oleh kata-kata ibu."


"Ibu rasa, apa yang telah mak beri kepada Mirah, jauh lebih baik daripada apa yang diberi kepada anak-anaknya sendiri. Mirah dapat ke sekolah. Kakak-kakak dan abang-abang Mirah hanya duduk di rumah. Mirah dapat banyak pakaian cantik. Sedang anak-anak mak yang lain pakaiannya itu-itulah juga. Setiap kali Mirah berjaya dalam peperiksaan, mak sungguh gembira. Dia akan meminta ibu tolong menjaga abang-abang dan kakak-kakak kerana dia nak lihat Mirah terima hadiah."


"Saya tidak sanggup mendengar kata-kata ibu selanjutnya, bukan kerana saya tidak mengakui kesalahan saya, tetapi kerana saya benar-benar malu."


"Saya meninggalkan rumah ibu bukan kerana berasa tersisih daripada ibu kandung sendiri, atau berasa kecewa sebab tidak mendapat pembelaan yang diharap- harapkan. Saya meninggalkan rumah ibu dengan kesedaran baru." "Sesampainya saya ke rumah tempat saya berteduh selama ini,saya dapati mak yang belum sembuh betul sedang melayan kerenah abang-abang dan kakak-kakak dengan penuh sabar. Saya terus menghilangkan diri ke dalam bilik kerana saya dihantui oleh rasa bersalah. Di dalam bilik, saya terus resah-gelisah. "


"Mirah," panggilan lembut mak seiring dengan bunyi ketukan di pintu bilik saya. "Mirah."


"Saya cepat-cepat naik ke atas katil dan memejam mata, pura-pura tidur."


"Sejurus kemudian, terdengar bunyi pintu bilik saya dibuka. "Mirah dah tidur rupa-rupanya! Kesian. Tentu Mirah letih menjaga abang-abang dan kakak- kakak semasa mak, ke klinik siang tadi. Maafkan mak, sayang. Mak tahu Mirah masih terlalu muda untuk memikul beban seberat itu. Tapi, keadaan benar- benar terdesak pagi tadi, Mirah. Mak janji, lain kali mak tak akan kacau Mirah lagi. Mak akan meminta ibu atau orang lain menjaga abang- abang dan kakak-kakak kalau mak terpaksa tinggalkan rumah"


Sepanjang mak berkata-kata itu, tangan mak terus mengusap-usap dahi saya.. Suara mak tersekat-sekat. Saya terlalu ingin membuka mata dan menatap wajah mak ketika itu.


"Mirah, mak tahu Mirah tak bahagia tinggal bersama-sama mak."


Suatu titisan air mata gugur di atas dahi saya. Kemudian, setitik lagi gugur di atas pipi saya. Selepas itu, titisan-titisan itu kian rancak gugur menimpa serata muka dan leher saya.


"Walau apa pun tanggapan Mirah kepada mak, bagi mak, Mirah adalah segala-galanya. Mirah telah menceriakan suasana dalam rumah ini. Mirah telah menyebabkan mak berasakan hidup ini kembali berharga. Mirah telah. .."


"Mak!" Saya lantas bangun lalu memeluk mak. Kemudian, tiada kata-kata yang lahir antara kami. Yang kedengaran hanyalah bunyi sedu-sedan dan esak tangis.




Peristiwa pada hari itu dan, pada malamnya telah mengubah pandangan saya terhadap mak, abang-abang dan kakak-kakak. Saya mula merenung dan menilai keringat mak. Saya mula dapat menerima keadaan kakak- kakak dan abang- abang serta belajar menghormati dan, menyayangi mereka.


Keadaan dewan menjadi begitu sunyi seperti tidak berpenghuni sejak gadis itu berbicara.


Setelah meraih kejayaan cemerlang dalam peperiksaan penilaian darjah lima , saya telah ditawarkan untuk melanjutkan pelajaran ke peringkat menengah, di sebuah sekolah berasrama penuh. Saya telah menolak tawaran tersebut..


"Kenapa Mirah tolak tawaran itu?"


"Bukankah di sekolah berasrama penuh itu Mirah boleh belajar dengan sempurna?"


"Betul tu, Mirah. Di sana nanti Mirah tak akan berdepan dengan gangguan daripada abang-abang dan kakak-kakak! "


"Mirah tak menyesal ke, kemudian hari nanti?"


Bertubi-tubi mak dan ayah menyoal. Mata mereka tidak berkelip-kelip memandang saya.


"Mak, ayah." Saya menatap wajah kedua-dua insan itu silih berganti.
"Mirah ingin terus tinggal di rumah ini. Mirah ingin terus berdamping dengan mak, ayah, abang-abang dan kakak-kakak. "


"Tapi, boleh ke Mirah buat ulang kaji di rumah? Pelajaran di sekolah menengah itu, bukannya senang." Mak masih meragui keupayaan saya.


"Insya-Allah, mak. Mirah rasa, Mirah dapat mengekalkan prestasi Mirah semasa di sekolah menengah nanti," balas saya penuh yakin.


Mak dan ayah kehabisan kata-kata. Mulut mereka terlopong. Mata mereka terus memanah muka saya. Garis-garis kesangsian masih terpamer pada wajah mereka. Sikap mak dan ayah itu telah menguatkan azam saya untuk terus menjadi pelajar cemerlang, di samping menjadi anak dan adik yang baik.


Selama di sekolah menengah, mak sedapat mungkin cuba membebaskan saya daripada kerjakerja memasak dan mengemas rumah, serta tugas menjaga makan pakai abang-abang dan kakak-kakak kerana takut pelajaran saya terganggu. Sebaliknya saya lebih kerap menawarkan diri untuk membantu, lantaran didorong oleh rasa tanggungjawab dan timbang rasa.


Gadis yang bernama Nurul Humairah itu terus bercerita dengan penuh semangat, apabila melihatkan hadirin di dalam dewan itu mendengar ceritanya dengan penuh minat.


"Saya terpaksa juga meninggalkan rumah sewaktu saya melanjutkan pelajaran di Universiti Kebangsaan Malaysia . Di sana saya membuat pengkhususan dalam bidang pendidikan khas. Bidang ini sengaja saya pilih kerana saya ingin menabur bakti kepada segelintir pelajar yang kurang bernasib baik. Di samping itu, pengetahuan yang telah saya peroleh itu, dapat saya manfaatkan bersama untuk abang-abang dan kakak-kakak. "


"Kini, telah setahun lebih saya mengharung suka duka, sebagai seorang guru pendidikan khas di kampung saya sendiri. Saya harus akui,segulung ijazah yang telah saya miliki tidak seberapa nilainya, berbanding dengan mutiara-mutiara pengalaman yang telah mak kutip sepanjang hayatnya."


"Sekarang, saya lebih ikhlas dan lebih bersedia untuk menjaga abang-abang dan kakak-kakak. Pun begitu, hati ini sering tersentuh apabila beberapa kali saya terdengar perbualan mak dan Ayah."


"Apa akan jadi kepada kelima-lima orang anak kita itu lepas kita tak ada, bang?" suara mak diamuk pilu..


Ayah akan mengeluh, kemudian berkata, "Entahlah. Takkan kita nak harapkan Mirah pula?"


"Mirah bukan anak kandung kita." Mak meningkah. "Kita tak boleh salahkan dia kalau dia abaikan abang-abang dan kakak-kakaknya. "


"Mirah nak tegaskan di sini, mak, yang Mirah akan membela nasib abang-abang dan, kakak-kakak lepas mak dan ayah tak ada. Ya, memang mereka bukan saudara kandung Mirah. Tapi, tangan yang telah membelai tubuh Mirah dan tubuh mereka adalah tangan yang sama. Tangan yang telah menyuapkan Mirah dan mereka, juga tangan yang sama. Tangan yang memandikan Mirah dan mereka, adalah tangan yang sama, tangan mak."


Kelihatan gadis yang berkebarung ungu, berbunga merah jambu itu, tunduk sambil mengesat air matanya dengan sapu tangannya. Kebanyakan hadirin, khususnya wanita turut mengesat air mata mereka.


Gadis itu menyambung bicaranya. Tiga bulan lalu, saya terbaca mengenai pencalonan anugerah "Ibu Misali" dalam akhbar. Saya terus mencalonkan mak, di luar pengetahuannya. Saya pasti, kalau mak tahu, dia tidak akan merelakannya. Saya sendiri tidak yakin yang mak akan terpilih untuk menerima anugerah ini, sebab anak- anak mak bukan terdiri daripada orang-orang yang disanjung masyarakat, seperti lazimnya anak- anak "Ibu Misali" yang lain.


"Lorong dan denai kehidupan yang orang-orang seperti mak lalui mempunyai banyak duri dan, ranjau berbanding dengan ibu-ibu lain. Betapa keimanan mak tidak tergugat biarpun berdepan dengan dugaan yang sebegini hebat. Tiada rasa kesal. Tiada rasa putus asa. Tidak ada salah-menyalahkan antara mak dan ayah."


"Maafkan Mirah sekali lagi, mak. Hingga ke saat- saat terakhir tadi, mak masih tidak menyenangi tindakan Mirah mencalonkan mak, untuk menerima anugerah ini. Mak merasakan diri mak terlalu kerdil lebih-lebih lagi setelah mak mendengar pengisahan "Ibu Misali" pertama, kedua dan ketiga. Berkali-kali mak tegaskan yang mak menjaga anak-anak mak bukan kerana mahukan anugerah ini, tapi kerana anak-anak adalah amanah Tuhan."


"Saya ingin jelaskan di sini bahawa saya mencalonkan mak untuk anugerah ini, bukan dengan tujuan merayu simpati. Saya cuma berharap kegigihan dan ketabahan mak akan dapat direnung oleh ibu-ibu lain, terutama ibu-ibu muda yang senang-senang mendera dan mencampakkan anak mereka yang cornel, segar-bugar serta sempurna fizikal dan, mental."


"Sebagai pengakhir bicara, sekali lagi saya ingin merakam penghargaan saya kepada pihak penganjur, kerana telah mempertimbangkan mak saya sebagai salah seorang penerima anugerah "Ibu Misali" tahun ini. Semoga pemilihan mak ini akan memberi semangat baru kepada ibu-ibu lain yang senasib dengan mak."


"Sekian, wassalamualaikum warahmatullah. "


Gadis itu beredar meninggalkan pembesar suara.


Penku telah lama terbaring. Buku notaku telah lunyai dek air mataku sendiri. Bahuku dienjut-enjut oleh sedu- sedanku. Pandanganku menjadi kabur. Dalam pandangan yang kabur-kabur itu, mataku silau oleh pancaran cahaya kamera rakan semejaku. Aku segera mengangkat kameraku dan menangkap gambar secara rambang tanpa mengetahui sudut mana atau, apa sebenarnya yang telah menarik perhatian wartawan-wartanan lain.


'Bertenang. Kau di sini sebagai pemberita. Kau seharusnya berusaha mendapat skop yang baik, bukan dihanyutkan oleh perasaan kau sendiri.'
Terdengar pesanan satu suara dari dalam diriku.


Lantas, aku mengesat air mataku. Aku menyelak buku notaku mencari helaian yang masih belum disentuh oleh air mataku. Aku capai penku semula.


"Demikianlah kisah pelayaran seorang ibu di samudera kehidupan yang tidak sunyi dari ombak dan badai. Sekarang, dijemput Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa dengan diiringi oleh Pengerusi Jawatankuasa Pemilihan "Ibu Mithali" untuk menyampaikan anugerah "Ibu Mithali" serta beberapa hadiah iringan kepada Puan Afifah Rashid. Yang Berbahagia Puan Sri dipersilakan. "


Nurul Humairah membantu maknya bangun. Kemudian, dia memimpin maknya melangkah ke arah Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa. Lutut maknya menggeletar. Namun begitu kerana dia tidak berdaya menahan perasaannya dia terduduk kembali di atas kerusi.


Melihatkan itu, Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa sendiri datang mendapatkan Puan Afifah, lalu mengalungkan pingat itu. Setelah itu, beliau menyampaikan beberapa hadiah iringan. Air mata Puan Afifah berladung.


Tepukan gemuruh bergema dari segenap penjuru dewan. Sejurus kemudian, seorang demi seorang penerima anugerah "Ibu Mithali" sebelumnya, naik ke pentas bersalaman dan berpelukan dengan Puan Afifah. Bertambah lebatlah hujan air mata penerima anugerah "Ibu Mithali" yang terakhir itu.

Tuesday, July 26, 2011

Sebab mata LELAKI GEMAR LIHAT Badan WANITA....






Malam pasangannya siang,
Jaga pasangannya tidur,
Rajin pasangannya malas,
Dan lelaki pasangannya perempuan.

Kerana perempuan adalah
pasangan kepada lelaki,
maka Allah telah menciptakan bentuk badan wanita
itu dapat memikat hati lelaki.
Bila berkata tentang terpikat,
maka ia ada hubung kait dengan nafsu.
Jika ia ada hubungkait dengan nafsu,
ianya ada hubungan pula dengan bisikan syaitan.

Jadi untuk mengawal nafsu, mestilah dikawal dengan iman.
Untuk mendapatkan iman mesti menurut perintah
Allah dan RasulNya dan menjauhi laranganNya.

Pada mata lelaki, perempuan ini adalah simbol.
Simbol apa, semua orang tahu.
Orang lelaki mempunyai imaginasi yang nakal jika
tidak dikawal dengan iman.
Maka mata lelaki ini selalu menjalar
apabila terlihat seorang perempuan.
Setiap bentuk badan seorang
perempuan boleh dihayati oleh seorang lelaki
dengan berbagai-bagai tafsiran nakal nafsu.
Apabila seorang lelaki terlihat seorang
perempuan, maka perkara pertama yang akan
dilihatnya ialah rambut wanita berkenaan.
Maka akan ditafsirlah berbagai2 cara oleh
seorang lelaki akan rambut wanita berkenaan.

Oleh kerana itulah wanita wajib menutup rambutnya.
Apabila rambut wanita itu telah ditutup, 

maka mata lelaki itu akan turun ke bawah melihat bentuk lehernya,
maka wajiblah wanita itu menutup lehernya.
Maka mata lelaki itu akan turun lagi melihat bentuk payu daranya,
maka wanita itu berkewajipanlah menutup bentuk
payu daranya dengan melabuhkan tudungnya.




Setelah itu mata lelaki akan turun lagi melihat bentuk ramping pinggangnya,
maka labuhkanlah pakaian supaya tidak ternampak bentuk pinggangnya,
maka mata lelaki itu akan melihat pula akan bentuk punggungnya,
maka wajiblah wanita itu membesarkan pakaiannya agar bentuk punggung tidak kelihatan, 

dan lelaki itu akan pula melihat bentuk pehanya,
maka janganlah sesekali wanita itu memakai kain yang agak ketat sehingga terlihat bentuk pehanya walau sedikit,
maka akan dilihat lagi oleh lelaki itu akan bentuk kakinya pula,
maka janganlah wanita itu berseluar, 

kerana terus-terang pihak lelaki bercakap, 
walau muslimah itu bertudung labuh, berbaju labuh,
jika beliau memakai seluar, walau nampak besar sedikit, 

nafsu kami lelaki akan terusik secara sepontan, 
entah tak tahu Kenapa?

Mata lelaki ini nakal, setelah tidak ternampak akan bentuk kakinya, 

maka akan dilihatlah pula akan mata lelaki itu kepada kakinya,
maka wajiblah wanita itu untuk menolong lelaki itu tidak berdosa, 

menutup kakinya dengan melabuhkan kain, atau memakai stoking yang warnanya jangan sesekali berwarna kulit perempuan,
maka mata lelaki ini akan kembali ke atas,
akan melihat pula bentuk tangan wanita itu,
maka tolonglah wahai muslimah, 

agar melabuhkan tudung menutupi bentuk tangannya yang indah pada pandangan lelaki.



Maka wahai lelaki, janganlah pula kamu melihat mukanya, kerana ia akan menimbulkan fitnah, kecuali jika kamu wahai lelaki, ingin meminangnya.
Jika wanita itu cukup soleh, takut mukanya yang cantik akan menimbulkan fitnah, maka berpurdahlah kamu, jika itu lebih baik untuk kamu.

Tetapi mata lelaki ini ada satu lagi jenis penyakit,iaitu mata lelaki itu akan tertangkap dengan sepontan jika ia terlihat warna yang menyerlah atau terang jika ianya berada pada perempuan.

Maka oleh itu wahai perempuan, tolonglah jangan memakai pakaian yang warnanya terang-terangan sangat. 

Jika hendak pakai pun, pakailah untuk suami.
Itulah wahai muslimah, jika anda semua ingin tahu apakah dia mata lelaki itu, dan perlu diingatkan, jika semua aurat telah ditutup, jangan anggap tugas kita telah selesai, perlulah pula kita menjaga kehormatan diri masing2, jangan keluar seorang2,keluarlah dengan mahram, atau keluarlah sekurang2nya 3 wanita agar tidak diganggu gangguan luar, mata lelaki pula
janganlah menjalar langsung kepada muslimah, walau muslimah itu telah menutup aurat, insyaAllah selamat dunia akhirat.

Seperti firman Allah,"Dan tundukkanlah pandanganmu dan jagalah kemaluanmu".

Dunia sekarang telah banyak yang cacat celanya, sehingga ke taraf seseorang yang memakai tudung masih beliau tidak menutup aurat, dan pada kaum lelaki, mata kamu itu wajib untuk tidak mencuri2 melihat wanita muslimah, kerana ia dilarangi oleh Allah SWT.

Ingat-ingatkanlah wahai muslimin muslimat.
Sekilau-kilau berlian paling menarik untuk dicuri..
Seindah-indah ciptaan adalah yang paling sukar untuk dijaga…

Malaikat-malaikat Kecil

surga penuh dengan malaikat-malaikat kecil...
yang sedang riang bermain...
ke sana ...kemari....

tersenyum dengan gembiranya
dengan tatapan mata yang menyejukkan...
seolah berkata...

ayah...bunda...ikhlaskan kami...
kelak..kan ku sambut kalian di pintu surgaNya...




Monday, July 25, 2011

Khutbah Nabi Mengenai Dajjal

Dari Abi Umamah Al-Bahiliy, beliau berkata: "Rasululah s.a.w telah berkhutbah di hadapan kami. Dalam khutbahnya itu Baginda banyak menyentuh masalah Dajjal. Baginda telah bersabda: "Sesungguhnya tidak ada fitnah (kerosakan) di muka bumi yang paling hebat selain daripada fitnah yang dibawa oleh Dajjal."

Setiap Nabi yang diutus oleh Allah SWT ada mengingatkan kaumnya tentang Dajjal. Aku adalah nabi yang terakhir sedangkan kamu adalah umat yang terakhir. Dajjal itu tidak mustahil datang pada generasi(angkatan) kamu. Seandainya dia datang sedangkan aku masih ada di tengah-tengah kamu, maka aku adalah sebagai pembela bagi setiap mukmin.

Kalau dia datang sesudah kematianku, maka setiap orang menjaga dirinya. Dan sebenarnya Allah SWT akan menjaga orang-orang mukmin.

"Dajjal itu akan datang nanti dari satu tempat antara Syam dan Iraq. Dan mempengaruhi manusia dengan begitu cepat sekali. Wahai hamba Allah, wahai manusia, tetaplah kamu. Di sini akan saya terangkan kepada kamu ciri-ciri Dajjal, yang belum diterangkan oleh nabi-nabi sebelumku kepada umatnya.

"Pada mulanya nanti Dajjal itu mengaku dirinya sebagai nabi. Ingatlah, tidak ada lagi nabi sesudah aku. Setelah itu nanti dia mengaku sebagai Tuhan. Ingatlah bahawa Tuhan yang benar tidak mungkin kamu lihat sebelum kamu mati. Dajjal itu cacat matanya sedangkan Allah SWT tidak cacat, bahkan tidak sama dengan baharu. Dan juga di antara dua mata Dajjal itu tertulis KAFIR, yang dapat dibaca oleh setiap mukmin yang pandai membaca atau buta huruf.

"Di antara fitnah Dajjal itu juga dia membawa syurga dan neraka. Nerakanya itu sebenarnya syurganya sedangkan syurganya itu neraka, yakni panas.

Sesiapa di antara kamu yang disiksanya dengan nerakanya, hendaklah dia meminta pertolongan kepada Allah dan hendaklah dia membaca pangkal surah Al-Kahfi, maka nerakanya itu akan sejuk sebagaimana api yang membakar Nabi Ibrahim itu menjadi sejuk.

"Di antara tipu dayanya itu juga dia berkata kepada orang Arab:
"Seandainya aku sanggup menghidupkan ayah atau ibumu yang sudah lama meninggal dunia itu, apakah engkau mengaku aku sebagai Tuhanmu?" Orang Arab itu akan berkata: "Tentu." Maka syaitan pun datang menyamar seperti ayah atau ibunya. Rupanya sama, sifat-sifatnya sama dan suaranya pun sama. Ibu-bapanya berkata kepadanya: "Wahai anakku, ikutilah dia, sesungguhnya dialah Tuhanmu."

"Di antara tipu dayanya juga dia tipu seseorang, yakni dia bunuh dan dia belah dua. Setelah itu dia katakan kepada orang ramai: "Lihatlah apa yang akan kulakukan terhadap hambaku ini, sekarang akan kuhidupkan dia semula. Dengan izin Allah orang mati tadi hidup semula. Kemudian Laknatullah Alaih itu bertanya: "Siapa Tuhanmu?" Orang yang dia bunuh itu, yang kebetulan orang beriman, menjawab: "Tuhanku adalah Allah, sedangkan engkau adalah musuh Allah." Orang itu bererti lulus dalam ujian Allah dan dia termasuk orang yang paling tinggi darjatnya di syurga."

Kata Rasulullah s.a.w lagi: "Di antara tipu dayanya juga dia suruh langit supaya menurunkan hujan tiba-tiba hujan pun turun . Dia suruh bumi supaya mengeluarkan tumbuh-tumbuhannya tiba-tiba tumbuh. Dan termasuk ujian yang paling berat bagi manusia, Dajjal itu datang ke perkampungan orang-orang baik dan mereka tidak mengakunya sebagai Tuhan, maka disebabkan yang demikian itu tanam-tanaman dan ternakan mereka tidak menjadi.

"Dajjal itu datang ke tempat orang-orang yang percaya kepadanya dan penduduk kampung itu mengakunya sebagai Tuhan. Disebabkan yang demikian hujan turun di tempat mereka dan tanam-tanaman mereka pun menjadi. "Tidak ada kampung atau daerah di dunia ini yang tidak didatangi Dajjal kecuali Makkah dan Madinah. Kedua-dua kota itu tidak dapat ditembusi oleh Dajjal kerana dikawal oleh Malaikat. Dia hanya berani menginjak pinggiran Makkah dan Madinah. Namun demikian ketika Dajjal datang ke pergunungan di luar kota Madinah, kota Madinah bergoncang seperti gempa bumi. Ketika itu orang-orang munafik kepanasan seperti cacing dan tidak tahan lagi tinggal di Madinah.

Mereka keluar dan pergi bergabung dengan orang-orang yang sudah menjadi pengikut Dajjal. Inilah yang dikatakan hari pembersihan kota Madinah.

Dalam hadis yang lain, "di antara fitnah atau tipu daya yang dibawanya itu, Dajjal itu lalu di satu tempat kemudian mereka mendustakannya (tidak beriman kepadanya), maka disebabkan yang demikian itu tanam-tanaman mereka tidak menjadi dan hujan pun tidak turun di daerah mereka. Kemudian dia lalu di satu tempat mengajak mereka supaya beriman kepadanya. Mereka pun beriman kepadanya. Maka disebabkan yang demikian itu Dajjal menyuruh langit supaya menurunkan hujannya dan menyuruh bumi supaya menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya. Maka mereka mudah mendapatkan air dan tanam-tanaman mereka subur."

Dari Anas bin Malik, katanya Rasulullah s.a.w bersabda: "Menjelang turunnya Dajjal ada tahun-tahun tipu daya, iaitu tahun orang-orang pendusta dipercayai orang dan orang jujur tidak dipercayai. Orang yang tidak amanah dipercayai dan orang amanah tidak dipercayai."

Dari Jabir bin Abdullah, katanya Rasulullah s.a.w ada bersabda: "Bumi yang paling baik adalah Madinah. Pada waktu datangnya Dajjal nanti ia dikawal oleh malaikat. Dajjal tidak sanggup memasuki Madinah. Pada waktu datangnya Dajjal (di luar Madinah), kota Madinah bergegar tiga kali. Orang-orang munafik yang ada di Madinah (lelaki atau perempuan) bagaikan cacing kepanasan kemudian mereka keluar meninggalkan Madinah. Kaum wanita adalah yang paling banyak lari ketika itu. Itulah yang dikatakan hari pembersihan. Madinah membersihkan kotorannya seperti tukang besi membersihkan karat-karat besi."

Diriwayatkan oleh Ahmad, hadis yang diterima dari Aisyah r.a.mengatakan:
"Pernah satu hari Rasulullah s.a.w masuk ke rumahku ketika aku sedang menangis. Melihat saya menangis beliau bertanya: "Mengapa menangis?"

Saya menjawab: "Ya Rasulullah, engkau telah menceritakan Dajjal, maka saya takut mendengarnya. " Rasulullah s.a.w berkata: "Seandainya Dajjal datang pada waktu aku masih hidup, maka aku akan menjaga kamu dari gangguannya. Kalau dia datang setelah kematianku, maka Tuhan kamu tidak buta dan cacat."

Dari Jabir bin Abdullah, katanya Rasulullah s.a.w bersabda: "Dajjal muncul pada waktu orang tidak berpegang kepada agama dan jahil tentang agama. Pada zaman Dajjal ada empat puluh hari, yang mana satu hari terasa bagaikan setahun, ada satu hari yang terasa bagaikan sebulan, ada satu hari yang terasa satu minggu, kemudian hari-hari berikutnya seperti hari biasa."

Ada yang bertanya: "Ya Rasulullah, tentang hari yang terasa satu tahun itu, apakah boleh kami solat lima waktu juga?" Rasulullah s.a.w menjawab:

"Ukurlah berapa jarak solat yang lima waktu itu." Menurut riwayat Dajjal itu nanti akan berkata: "Akulah Tuhan sekalian alam, dan matahari ini berjalan dengan izinku. Apakah kamu bermaksud menahannya?" Katanya sambil ditahannya matahari itu, sehingga satu hari lamanya menjadi satu minggu atau satu bulan.

Setelah dia tunjukkan kehebatannya menahan matahari itu, dia berkata kepada manusia: "Sekarang apakah kamu ingin supaya matahari itu berjalan?"

Mereka semua menjawab: "Ya, kami ingin." Maka dia tunjukkan lagi kehebatannya dengan menjadikan satu hari begitu cepat berjalan.

Menurut riwayat Muslim, Rasulullah s.a.w bersabda: "Akan keluarlah Dajjal kepada umatku dan dia akan hidup di tengah-tengah mereka selama empat puluh.

Saya sendiri pun tidak pasti apakah empat puluh hari, empat puluh bulan atau empat puluh tahun. Kemudian Allah SWT mengutus Isa bin Maryam yang rupanya seolah-olah Urwah bin Mas'ud dan kemudian membunuh Dajjal itu."

Dan menurut ceritanya setelah munculnya Dajjal hampir semua penduduk dunia menjadi kafir, yakni beriman kepada Dajjal. Menurut ceritanya orang yang tetap dalam iman hanya tinggal 12,000 lelaki dan 7,000 kaum wanita.