Tufail bin Aun, kepala suku Ausith, adalah seorang penyair kenamaan dan terkenal bijaksana. Pada suatu ketika ia berkunjung ke kota Makkah. Kepala-kepala suku di kota Makkah keluar menyambutnya di pintu gerbang kota. Mereka khawatir kalau-kalau Tufail berhubungan dengan Rasulullah SAW dan kemudian terpengaruh ajaran-ajaran beliau. Mereka memperingatkannya supaya jangan dekat-dekat dengan Nabi SAW dan jangan sekali-sekali menemuinya.
“Ucapan-ucapan Muhammad telah menimbulkan kekacauan yang hebat di kota Makkah. Ia juga telah menyebarkan kejahatan di daerah-daerah luar, baik yang dekat maupun yang jauh,” demikian peringatan kepala-kepala suku Makkah kepada Tufail.
Tufail pun terpengaruh dengan hasutan-hasutan itu. Ia betul-betul menghindari setiap kemungkinan bertemu dengan Nabi SAW atau sahabat-sahabat beliau. Bilamana ia secara tidak sengaja bertemu Nabi SAW, ia palingkan mukanya sambil menutupi kedua telinganya dengan kedua tangannya.
Pada suatu hari Nabi SAW sedang berdoa di depan Ka’bah. Secara kebetulan Tufail lewat di tempat itu. Dengan tidak sengaja ia mendengar doa yang diucapkan Nabi SAW. Kata-kata dalam doa itu secara spontan menggetarkan hatinya. Ia pun begitu terkesan, sehingga lupa dengan hasutan kepala-kepala suku Makkah. Begitu tertariknya, setelah Nabi SAW selesai berdoa dan kembali ke rumahnya, ia pun mengikuti beliau dari belakang. Tak kuat menahan rasa ketertarikannya, ia masuk ke dalam rumah beliau dan meminta beliau untuk membaca lagi beberapa doa tadi yang tidak lain berisi ayat-ayat Al-Qur’an. Nabi SAW pun dengan senang hati mengabulkan permintaannya. Akhirnya saat itu juga, Tufail mengikrarkan dirinya masuk ke dalam Islam.
Lain halnya dengan Utbah, seorang kepala suku yang kaya. Dengan harapan untuk dapat menghentikan dakwah Rasulullah SAW, kepala-kepala suku Quraisy mengutus Utbah untuk menemui Rasulullah SAW dan membujuknya. Utbah lalu menemui Nabi SAW dan berkata,
“Keponakanku, jika engkau ingin mengumpulkan kekayaan dengan ajaran-ajaranmu ini, katakanlah, aku akan memberikan kepuasan kepadamu. Kalau engkau menginginkan martabat yang tinggi, kami bersedia mengangkatmu menjadi pemimpin. Kalau engkau menginginkan kerajaan, kami akan menjadikanmu raja. Kalau engkau menginginkan wanita-wanita yang cantik, silakan pilih gadis-gadis yang tercantik di antara suku-suku Quraisy.”
Nabi SAW pun menjawab,
“Saya tidak menginginkan apapun dari semuanya. Saya hanya mendapat wahyu dari Tuhan dan saya berkewajiban menyampaikannya kepada kalian.”
Nabi SAW lalu membacakan beberapa ayat Al-Qur’an di hadapan Utbah. Spontan ia terkesan dengan daya tarik ayat-ayat itu. Kembalilah Utbah kepada kepala-kepala suku Quraisy, lalu berkata,
“Saya telah mendengar suatu kalam, bukan syair, bukan sihir dan bukan juga nujum. Saya mengusulkan kepada tuan-tuan untuk membiarkan Muhammad menempuh jalannya sendiri.”
[Disarikan dari Rangkaian Tjeritera dari Sedjarah Islam, Ahmad DM., hal. 21-23]
“Ucapan-ucapan Muhammad telah menimbulkan kekacauan yang hebat di kota Makkah. Ia juga telah menyebarkan kejahatan di daerah-daerah luar, baik yang dekat maupun yang jauh,” demikian peringatan kepala-kepala suku Makkah kepada Tufail.
Tufail pun terpengaruh dengan hasutan-hasutan itu. Ia betul-betul menghindari setiap kemungkinan bertemu dengan Nabi SAW atau sahabat-sahabat beliau. Bilamana ia secara tidak sengaja bertemu Nabi SAW, ia palingkan mukanya sambil menutupi kedua telinganya dengan kedua tangannya.
Pada suatu hari Nabi SAW sedang berdoa di depan Ka’bah. Secara kebetulan Tufail lewat di tempat itu. Dengan tidak sengaja ia mendengar doa yang diucapkan Nabi SAW. Kata-kata dalam doa itu secara spontan menggetarkan hatinya. Ia pun begitu terkesan, sehingga lupa dengan hasutan kepala-kepala suku Makkah. Begitu tertariknya, setelah Nabi SAW selesai berdoa dan kembali ke rumahnya, ia pun mengikuti beliau dari belakang. Tak kuat menahan rasa ketertarikannya, ia masuk ke dalam rumah beliau dan meminta beliau untuk membaca lagi beberapa doa tadi yang tidak lain berisi ayat-ayat Al-Qur’an. Nabi SAW pun dengan senang hati mengabulkan permintaannya. Akhirnya saat itu juga, Tufail mengikrarkan dirinya masuk ke dalam Islam.
Lain halnya dengan Utbah, seorang kepala suku yang kaya. Dengan harapan untuk dapat menghentikan dakwah Rasulullah SAW, kepala-kepala suku Quraisy mengutus Utbah untuk menemui Rasulullah SAW dan membujuknya. Utbah lalu menemui Nabi SAW dan berkata,
“Keponakanku, jika engkau ingin mengumpulkan kekayaan dengan ajaran-ajaranmu ini, katakanlah, aku akan memberikan kepuasan kepadamu. Kalau engkau menginginkan martabat yang tinggi, kami bersedia mengangkatmu menjadi pemimpin. Kalau engkau menginginkan kerajaan, kami akan menjadikanmu raja. Kalau engkau menginginkan wanita-wanita yang cantik, silakan pilih gadis-gadis yang tercantik di antara suku-suku Quraisy.”
Nabi SAW pun menjawab,
“Saya tidak menginginkan apapun dari semuanya. Saya hanya mendapat wahyu dari Tuhan dan saya berkewajiban menyampaikannya kepada kalian.”
Nabi SAW lalu membacakan beberapa ayat Al-Qur’an di hadapan Utbah. Spontan ia terkesan dengan daya tarik ayat-ayat itu. Kembalilah Utbah kepada kepala-kepala suku Quraisy, lalu berkata,
“Saya telah mendengar suatu kalam, bukan syair, bukan sihir dan bukan juga nujum. Saya mengusulkan kepada tuan-tuan untuk membiarkan Muhammad menempuh jalannya sendiri.”
[Disarikan dari Rangkaian Tjeritera dari Sedjarah Islam, Ahmad DM., hal. 21-23]
No comments:
Post a Comment