Friday, September 30, 2011

Bertanya pada ahli hikmah

Panas gurun pasir seakan membakar ubun-ubun, ketika seorang pemuda bernama Fulan melangkah tanpa kenal lelah. Telah berpuluh kilo meter jarak yang ia tempuh, namun semangatnya tak jua surut, demi mengikuti jejak seorang Ahli Hikmah. Ada sesuatu yang begitu mengganjal hati si Fulan, dan ia berharap Ahli Hikmah itu bisa menjawab semua pertanyaannya.

“Wahai, Ahli Hikmah yang dimuliakan Allah! Telah begitu jauh jarak yang kutempuh untuk mencarimu. Dan rupanya, di tempat inilah Allah berkenan mempertemukan kita,” kata si Fulan penuh kelegaan. Si Ahli Hikmah yang sedang berisitirahat di bawah pohon kurma tampak tertegun.

“Wahai, Pemuda! Siapakah engkau ini ? Ada perlu apa mencariku ?” tanyanya heran. 
Si Fulan duduk bersila di hadapannya. “Aku adalah si Fulan. Telah berbilang masa aku mencarimu, demi mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku. Aku ingin mendapatkan ilmu yang telah diberikan Allah padamu,” jawab si Fulan santun.
“Semoga Allah mencatat jerih payahmu sebagai pahala wahai, Fulan. Apakah gerangan yang ingin kau tanyakan ?” tanya Ahli Hikmah itu ramah.

Si Fulan terdiam sejenak. “Ceritakanlah padaku tentang LANGIT, dan apakah yang lebih berat darinya.”
Ahli Hikmah itu mengangguk. “Ketahuilah, Fulan. Bahwa KEBOHONGAN yang dilakukan oleh orang-orang suci adalah lebih berat daripada langit.”

“Lalu ceritakanlah tentang BUMI, dan apa yang lebih luas darinya,” pinta si Fulan lagi bersemangat.
“Sesungguhnya, KEBENARAN adalah lebih luas daripada bumi,” jawab si Ahli Hikmah pula.

“Dan ceritakanlah tentang BATU, serta apa yang lebih keras darinya.”
“HATI orang kafir jauh lebih keras daripada batu wahai, Fulan.”

“Lalu, apakah yang lebih panas dari API wahai, Ahli Hikmah ?”
“Sungguh KERAKUSAN lebih panas daripada api.”

“Ceritakanlah pula tentang ZAMZAHIR (air yang dingin), dan apa yang lebih dingin darinya.”
“Wahai, Fulan. Ketika kau sangat butuh pada orang yang kau cintai, tapi kau DIACUHKAN, maka itu jauh lebih dingin daripada zamzahir.”

“Alangkah engkau sangat bijak wahai, Ahli Hikmah. Tapi ceritakanlah padaku tentang LAUT, dan apa yang lebih kaya darinya.” 
“Ketahuilah, hati yang selalu QONA’AH jauh lebih kaya daripada laut dan segala isinya.”

“Terakhir, ceritakanlah apa yang paling dipandang hina"
“Orang yang suka menghasut, lalu perkara itu terbongkar di depan orang banyak, maka ia dipandang jauh lebih hina.”

Si Fulan pun terdiam sejenak sambil menarik napas panjang. “Sungguh Allah telah menganugerahkan kemuliaan dan ilmu yang tinggi padamu wahai, Ahli Hikmah. Kini hatiku terasa tenang karena telah mendapatkan apa yang kucari selama ini,” kata si Fulan kemudian. “Jika demikian, engkau boleh kembali ke kampung halamanmu,” kata si Ahli Hikmah sambil tersenyum.

“Tidak, aku tak kan pergi ! Sungguh setelah mendengar semua jawabanmu, aku tidak akan meninggalkanmu lagi. Sampai semua ilmu yang kau miliki kau bagikan padaku,” jawab si Fulan mantap. Si Ahli Hikmah tertegun melihat kekukuhan hati pemuda itu. Ia pun tak kuasa menolak.

Maka sejak itu jadilah si Fulan sebagai pengikut setianya hingga masa yang tak ditentukan.


dipublish ulang oleh islamsejuk, penulis asli tidak diketahui

Thursday, September 29, 2011

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Az-Zukhruf [43]: 67)

Berkawan, memang tak boleh pilih-pilih, tapi berteman seperjuangan, harulah berpilih-pilih. Di mana kita masuk dalam pergaulan, di situlah kita akan memberikan pengaruh, atau terpengaruh. Ketika kita masuk dalam sebuah pertemanan, di situlah kita akan mewarnai ataukah justru terwarnai. Maka, masuklah kepada komunitas para ngajiers, jika kamu adalah seorang ngajiers.

Kenapa? Karena dengan begitu, kamu akan punya komunitas untuk bertukar pikiran dan ilmu pengetahuan. Dan yang penting, semangatmu untuk terus menambah wawasan, senantiasa terjaga. Ada yang mengarahkan, ada yang mengingatkan, ada yang memberikan pengarahan. Duh, indah nian jika ukhuwah seperti itu mendekap mesra.

“Seseorang itu akan mengikuti agama temannya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat kepada siapa ia berteman.” (HR. Tirmdizi. Hadits ini hasan)

Maka pilihlah teman seperjuangan yang sejalan. Agar jalan pencarian ilmu terus terang dan benderang. Agar jalan pencarian ilmu terus terpacu. Itulah gunanya pilih-pilih teman seperjuangan. Agar tak salah jalan, agar semangat tak patah di tengah jalan.

Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang beriman dan janganlah ada yang memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (HR. Tirmidzi)

Oleh itulah, kita mendapati pesan bagi para ngajiers yang senada dari Ibnu Jama‘ah dalam Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim-nya yang mengatakan,

“Seorang penuntut ilmu hendaknya tidak bergaul kecuali dengan orang yang akan memberinya manfaat atau mengambil manfaat dari dirinya. Kalau ia dihadapkan pada kenyataan bersahabat dengan orang yang gemar menyia-yiakan umur, tidak bisa memberinya manfaat, tidak mau mengambil manfaat darinya, dan tidak mau membantu kebutuhannya, maka berlemah-lembutlah dalam memutuskan hubungan persahabatan dengannya sejak awal sebelum terlanjur jauh.


Karena, bila sesuatu itu telah terlanjur, maka akan sulit untuk dihilangkan. Bila ia perlu untuk mencari teman, maka hendaklah ia mencari sahabat yang baik dari segi agamanya, bertakwa, wara’. cerdas, memiliki banyak kebaikan, sedikit keburukan, bergaul dengan baik dan sedikit berdebat. Bila ia lupa, maka sahabat itu akan mengingatkannya. Bila ia ingat, maka sahabat itu akan membantunya. Bila ia butuh bantuan, maka ia akan membantunya. Bila ia bosan, maka ia akan menumbuhkan kesabaran.”

Maka, hadits yang begitu mengakrab di telinga kita ini, semoga tetap selalu bisa memberikan pengaruhnya pada proses perkawanan kita...

“Sesungguhnya perumpamaan sahabat yang baik dan sahabat yang buruk seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Seorang penjual minyak wangi bisa jadi akan memberimu, atau kamu membeli minyak wanginya, atau kamu akan mendapatkan bau wanginya. Adapun pandai besi bisa jadi ia akan membakar pakaianmu, atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak sedap.” (HR. Muslim)

Teman seperjuangan bukanlah sahabat. Tapi lebih dari itu. Ia bukan hanya tempat mencurah segala resah dan beban, tempat mencurah segala tumpahan isi jiwa. Tapi lebih dari itu. Teman seperjuangan, adalah dia yang memberikan arahan dikala kita salah jalan. Memberikan penerangan di kala temaram mulai menggelapkan jalan. Memberikan mewangian di kala bau busuk mulai menebari iman.

Itulah teman seperjuangan. Dan teman seperjuangan, adalah harta yang tak boleh terbarter dengan harta bendawi apapun.

Semoga menginspirasi yah...

_______________

Fachmy Casofa
fachmy_85@yahoo.co.id
http://writhink.wordpress.com/

Wednesday, September 28, 2011

Kisah-kisah Nyata Seputar Pengaruh Positif Ruqyah Syar'iyyah

A.Tak Sadarkan Diri (Koma)
Ada seorang wanita yang selalu pingsan dalam setiap momentum yang membahagiakan, seperti hari raya atau hari pernikahan. Ia merasa lehernya tercekik dengan rasa sakit yang berkepanjangan, kadang menguat dan kadang melemah di hari-hari berikutnya.

Tatkala dibacakan ruqyah kepadanya, ia menuduh salah seorang kerabat wanitanya. Maka sang peruqyah menyuruhnya untuk segera mengambil sesuatu bekas dari wanita yang dicurigai tersebut tanpa sepengetahuannya dan tetap berbaik sangka kepadanya, namun ia tidak melakukannya. Sehingga dalam salah satu pesta pernikahan putrinya, ia pingsan lagi di aula pernikahan.

Ia dibawa dengan mobil ambulan menuju slah satu rumah sakit khusus. Ia dimasukkan ruang gawat darurat (ICU) untuk diperiksa tentang penyakit komanya yang sangat kronis dan membuat orang putus asa. Pesta pernikahan pun ditunda.

Salah seorang dari putrinya mengambil sisa makanan dari wanita yang tertuduh itu dan meletakkannya dalam botol air. Kemudian ia masuk ruang ICU dan meletakkan beberapa bekas wanita itu ke mulut ibunya. Tiba-tiba terjadilah peristiwa yang sangat mengagetkan.

Sang ibu yang koma tersebut tiba-tiba terbangun dari sadar dan duduk di sisi ranjang sambil batuk-batuk dengan suara yang keras, sehingga para suster dan dokter wanita dari negeri inggris itu tercengang, dan mereka pun menyalaminya.

Sang ibu yang koma tersebut tiba-tiba terbangun dari sadar dan duduk di sisi ranjang sambil batuk-batuk dengan suara yang keras, sehingga para suster dan dokter wanita dari negeri inggris itu tercengang, dan mereka pun menyalaminya.

Dan akhirnya…ia boleh keluar dari rumah sakit pada hari itu dalam kondisi kesehatan prima, dan dokter wanita itu pun menutup buku catatab rawat pasiennya dengan mengatakan, “Kadang-kadang tubuh dapat mengobati dirinya sendiri secara otomatis.” Maha Suci Allah.

B.Stroke

Seorang lelaki datang menggendong anak lelakinya dalam bungkusan selimut. Ia mengatakan kepada peruqyah, “Aku telah pergi ke berbagai Negara untuk menyembuhkan anak lelakiku ini dengan berbagai macam pengobatan.

Aku telah menghabiskan tenaga, harta dan waktu tanpa hasil. Pusat-pusat medis telah menetapkan bahwa strokenya tidak mampu disembuhkan dengan penanganan medis. Maka peruqyah memulai dengan bacaan ruqyahnya (berniat untuk menyembuhkan pasien dan memberi hidayah jin yang merasukinya). Kemudian ia bertanya kepada anak lelaki tersebut, “Apakah engkau dapat mengarahkan tuduhan kepada seseorang (yang menyebabkan ‘ain)?” Sebagai upaya aplikasi hadist Nabi, “Siapakah orang yang kalian arahkan tuduhan kepadanya,” Sang anak menjawab, “Pada kesempatan ini, aku tidak berfikir kecuali ayahku ini saja.” Sang ayah menjawab dengan penuh keheranan, “Apa mungkin aku menyebabkannya terkena pengaruh ‘ain, padahal aku telah memfokuskan waktuku untuknya?” Peruqyah berkata, “Pengaruh ‘ain bisa muncul dari orang yang paling dekat dan paling dicintai.

Tidak mesti berasal dari orang yang dengki lagi benci kepada nya. Tapi tatkala seseorang diceritakan dengan nada sanjungan tanpa disertai mengingat Allah, biasanya setan datang, berdasarkan sabda Nabi, “Pengaruh ‘ain itu benar adanya, dan dibawa oleh setan.”

 berdasarkan sabda Nabi, “Pengaruh ‘ain itu benar adanya, dan dibawa oleh setan.”

Setan tidak mengetahui niat baik orang yang sedang menceritakan, tapi ia mengetahui apakah orang itu berdzikir kepada Allah atas cerita itu, atau orang yang diceritakan membentengi dengan dzikir atau lainnya, sehingga setan tidak mampu membidik orang yang menjadi obyek pembicaraan. Ini berdasarkan sabda Nabi,

“Penutup antara aurat manusia dan jin adalah bacaan bismillah.” (HR. At-Tirmidzi, Ash-Shahihah no.606)

Akhirnya pengambilan bekas dari ayahnya dilakukan dengan cara membuat secangkir the. Setelah sang ayah minum the tersebut, sang anak pun langsung meminumnya. Toba-tiba terjadilah hal yang mengagetkan! Sang anak mulai bergerak-gerak diluar kehendaknya. Ia mulai meluruskan kakinya ke tanah dan berdiri dengan susah payah sedikit demi sedikit, serta menggerakkan seluruh anggota tubuhnya. Ia mulai berjalan beberapa langkah dan terjatuh, tapi dapat berdiri lagi! Sang ayah menangis haru, seraya berkata, “Aku jadi ingat tatkala datang beberapa tamu dua tahun lalu, aku menyanjung anakku ini lantaran bagusnya sambutannya kepada para tamu.

Waktu itu aku mengatakan, “Demi Allah, tidak ada yang bermanfaat untukku kecuali anakku ini saja!” Aku tidak berdzikir kepada Allah! Setelah itu, ia merasa lemah sekali sehingga mengalami stroke selama dua tahun. Tidak ada seorang dokter pun yang diceritakan kepadaku (tentang keahlian pengobatannya) kecuali aku pergi mendatanginya, baik di dalam atau di luar negeri.”

Akhirnya, sang ayah berterima kasih kepada peruqyah seraya berkomentar tentang dirinya sendiri, “Pembawa penyakit dengan selendangnya.” (artinya, ia mencari-cari penyembuhan padahal penyembuhnya ada bersamanya, sebab ialah penyebab penyakit tersebut). Anak itupun berjalan sambil membawa selimutnya yang sebelumnya digunakan untuk menggendongnya. Bagi Allah segala pujian dan kenikmatan.



C.Penyakit Misterius

Kami mengisahkannya secara singkat dengan beberapa gambaran hasil chek upnya. Penderita mengatakan, “Sejak sepuluh tahun yang lalu aku menderita penyakit ginjal yang parah sampai aku kencing darah (semoga Allah memuliakan kalian). Aku konsultasi ke rumah sakit terbesar yang ada, dan aku menerima hasil pemeriksaan yang dilampirkan. Salah seorang dokter berkata kepadaku dengan ungkapan yang tegas, “Penyakit ini tidak ada obat penyembuhannya, tidak ada faktor-faktor pemicunya yang dikenal oleh ilmu medis!! Penyakit ini disebut IGA. Engkau pulang saja ke rumah, dan tetap berada di bawah monitor (pengawasan), sebab tidak ada seorang pun yang selamat dari penyakit ini. Biasanya penderita penyakit ini akan menimbulkan gagal ginjal dengan segera. Semoga saja itu tidak terjadi.”

Setelah itu, dunia terasa menghimpitku kecuali hanya keluasan rahmat Allah saja yang memberiku harapan. Maka aku menjumpai Syaikh Abdullah As-Sadhan- semoga Allah membalasnya dengan kebaikan-untuk meminta diruqyah. Maka beliau berkata, “Aku akan membacakan kepadamu beberapa ayat Allah (Al-Qur’an), dan Allah akan menyembuhkanmu insya Allah. Aku akan membacakan kepadamu dengan niat mengharap kesembuhan dan ittiham (tuduhan) sebagai cerminan pengamalan hadist Nabi yang shahih, “Siapakah orang yang engkau arahkan kepadanya tuduhan?”

ittiham (tuduhan) sebagai cerminan pengamalan hadist Nabi yang shahih, “Siapakah orang yang engkau arahkan kepadanya tuduhan?”

Di tengah proses pembacaan ruqyah, beliau menanyaiku beberapa pertanyaan, diantaranya, “Apakah engkau pernah menyangka seseorang telah menceritakan tentangmu dengan suatu komentar? Apakah engkau ingat satu kejadian atau kesempatan, atau mimpi sebelumnya? Apakah terbetik dibenakmu sosok orang ketika berlangsung pembacaan ruqyah, yang dianggap menyebabkan dirimu tertimpa pengaruh ‘ain, yang tidak pernah lepas dari benakmu? Ini beberapa petunjuk yang tidak bias dipastikan. Tap bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan dengan tetap disertai persangkaan yang baik kepada semua orang, dan mengambil bekas dari mereka.”

Setelah beberapa pertanyaan ini, aku menuduh beberapa orang. Maka aku mengambil bekas dari mereka. Ternyata pendarahan berhenti dengan cara yang tiba-tiba dan keluahn masih ada. Setelah ruqyah yang kedua kali di hari berikutnya, aku melihat beberapa orang lain, maka aku mengambil bekas dari mereka, dan alhamdulillah keluhan sakit sirna seratus persen. Sesudah itu, aku melakukan chek up darah, dan hasilnya 70% lebih baik. Setelah pembacaan ruqyah ketiga kali dan chek up darah yang ketiga kalinya, penyakit itu lenyap secara tuntas.

Kondisiku pun normal kembali. Oleh karena itu, aku nasehatkan kepada saudara-saudaraku yang sedang sakit untuk menggunakan ruqyah syar’iyyah (penyembuh yang substansial) yang telah dilupakan, dan kepada para peruqyah hendaknya melakukan dengan niat yang ikhlas.

( sumber: Sembuhkanlah penyakitmu dengan Ruqyah Syar’iyyah, Abdullah Bin Muhammad As-Sadhan)
voa-islam.com

Tuesday, September 27, 2011

Penyakit Riya', Bakhil dan Kikir



Riya'
Riya' adalah berbuat kebaikan/ibadah dengan maksud pamer kepada manusia agar orang mengira dan memujinya sebagai orang yang baik atau gemar beribadah seperti shalat, puasa, sedekah, dan sebagainya.

Ciri-ciri riya:
"Orang yang riya berciri tiga, yakni apabila di hadapan orang dia giat tapi bila sendirian dia malas, dan selalu ingin mendapat pujian dalam segala urusan. Sedangkan orang munafik ada tiga tanda yakni apabila berbicara bohong, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat." (HR. Ibnu Babawih).

Orang yang riya’, maka amal perbuatannya sia-sia belaka.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia” [QS. Al-Baqarah: 264]

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya” [Al Maa’uun 4-6]

"Riya' membuat amal sia-sia sebagaimana syirik." (HR. Ar-Rabii’)

"Sesungguhnya riya' adalah syirik yang kecil." (HR. Ahmad dan Al Hakim)

Imam Al Ghazali mengumpamakan orang yang riya itu sebagai orang yang malas ketika dia hanya berdua saja dengan rajanya. Namun ketika ada budak sang raja hadir, baru dia bekerja dan berbuat baik untuk mendapat pujian dari budak-budak tersebut..

Nah orang yang riya juga begitu. Ketika hanya berdua dengan Allah Sang Raja Segala Raja, dia malas dan enggan beribadah. Tapi ketika ada manusia yang tak lebih dari hamba/budak Allah, maka dia jadi rajin shalat, bersedekah, dan sebagainya untuk mendapat pujian para budak. Adakah hal itu tidak menggelikan?

Agar terhindar dari riya, kita harus meniatkan segala amal kita untuk Allah ta’ala (Lillahi ta’ala).

Bakhil atau Kikir

Bakhil alias Kikir alias Pelit alias Medit adalah satu penyakit hati karena terlalu cinta pada harta sehingga tidak mau bersedekah.

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Ali ‘Imran 180]

Padahal segala harta kita termasuk diri kita adalah milik Allah.. Saat kita lahir kita tidak punya apa-apa. Telanjang tanpa busana. Saat mati pun kita tidak membawa apa-apa kecuali beberapa helai kain yang segera membusuk bersama kita.

Sesungguhnya harta yang kita simpan itu bukan harta kita yang sejati. Saat kita mati tidak akan ada gunanya bagi kita. Begitu pula dengan harta yang kita pakai untuk hidup bermegah-megahan seperti beli mobil dan rumah mewah.

“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa” [Al Lail 8-11]

Yang justru jadi harta yang bermanfaat bagi kita di akhirat nanti adalah harta yang kita belanjakan di jalan Allah atau disedekahkan. Harta tersebut akan jadi pahala yang balasannya adalah istana surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul- Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki- Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” [Al Hadiid 21]

Baca juga:
Penyakit Hati Sombong, Iri, dan Dengki dan Cara Mengobatinya
Di: http://media- islam.or. id

Monday, September 26, 2011

Walau Tak Mudah, Cobalah Mengikhlas

“Wahai para pembawa ilmu,” kata Ali bin Abi Thalib memulai wejangannya kepara para ngajiers, “Beramallah dengan ilmu kalian. Karena, yang disebut alim adalah orang yang mengamalkan apa yang ia ketahui dan ilmunya sesuai dengan amalnya. Akan ada suatu kaum yang membawa ilmu tidak melebihi kerongkongan mereka. Ilmu mereka bertentangan dengan amal mereka. Batin mereka bertentangan dengan lahir mereka. Mereka duduk dalam halaqah untuk saling berdebat antara yang satu dengan yang lain. Hingga, ada seseorang yang marah kepada rekannya, lalu berpindah dengan yang lain dan meninggalkan rekannya. Amalan mereka dalam majelis itu tidak akan bisa naik kepada Allah Ta‘ala.”

Ngajiers, para ulama sangat perhatian untuk berbicara tentang ikhlas dan menekankannya. Karena itu adalah penyakit yang akan mencelakakan diri. Tentu, kita berlindung diri dari penyakit ini. Maka, harus kita waspadai selalu. Karena Sufyan telah memberikan peringatan, “Tidaklah seorang hamba bertambah ilmunya tetapi kecintaannya terhadap dunia juga bertambah, melainkan ia akan semakin jauh dari Allah.”

Abu Bakar Al-Ajuri ketika membahas sifat para ngajiers dan etika-etikanya menuturkan, “Hendaklah ia mengetahui bahwa Allah telah mewajibkan peribadatan kepada-Nya. Sedangkan, ibadah tidak akan benar tanpa ada ilmu. Maka, inilah tujuan menuntut ilmu dengan keyakinan yang ikhlas dalam mencari. Ia tidak melihat ada kelebihan pada dirinya dalam mencari ilmu, tetapi ia melihat bahwa Allah telah memberikan keutamaan atas dirinya. Sebab, Allah telah memberikan taufiq kepadanya untuk mencari ilmu yang dapat ia gunakan untuk beribadah kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.”

Maka, sejatinya, menjadi ngajiers adalah sebuah anugerah dalam kehidupan. Bagaimana tidak, tidak semua orang dikasih kesempatan oleh-Nya untuk menjadi seorang ngajiers. Maka, bersyukurlah... karena keutamaan-keutamaan akan segera memberkahi hidup.

Akan tetapi, ketika tujuan lurus sebagai seorang ngajiers tercelai, maka perkataan Imam Nawawi berikut yang akan menjelaskan, “Ketahuilah bahwa keutamaan yang kami sebutkan terkait dengan menuntut ilmu tidak lain adalah bagi orang yang tujuannya karena mencari ridha Allah Ta‘ala, bukan tujuan duniawi. Barangsiapa yang mencari ilmu untuk mencari dunia seperti; harta benda, pangkat, kedudukan, popularitas, menarik perhatian manusia kepadanya, mengalahkan lawan debatnya, atau yang sejenisnya, maka hal tersebut adalah tercela.”

Oleh itulah, jika jiwa-jiwa suci kita mulai terkotori polusi syahwati, tertempeli lumut sum’ah dan perasaan ujub diri, maka mulailah lagi untuk memperbaiki niat, menundukkan nafsunya untuk ikhlas, menepis godaan-godaan syaithani dan berlindung dari kejahatannya yang merusak iman diri. Sehingga, niatnya kembali bersih, dan tertutupnya pintu masuk setan ke dalam jiwa.

Jangankan kita, para salafush shalih juga mengalami hal yang sama kok. Khatib Al-Baghdadi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Samak, ia berkata, “Aku mendengar Sufyan Ats-Tsauri berkata, ‘Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih susah bagiku dari mengobati niatku. Karena, niat itu selalu berbolak-balik pada diriku.” Jadi? Jadi, wajar saja, ketika niat kita terkadang menjadi tiba-tiba berbelok di tengah jalan. Itu sah saja. Toh, kita manusia biasa saja bukan? Seorang ngajiers yang keren, selalu berusaha me-reset niatnya menjadi yang terbersih dan tersuci. Dan itu butuh waktu yang tidak sedikit untuk menaklukkan segala godaan diri tersebut...

Terkadang, ada saja godaan dengan datangnya suatu kondisi yang demikian: yaitu ketika setan menjadikan riya’ dan rasa khawatir sebagai senjata untuk menghalangi ngajiers dari tujuannya. Ia menghalangi seorang mereka untuk menghadiri majelis ilmu dan terkadang juga menghalangi para dai untuk memberikan pelajaran-pelajarannya dengan alasan manusia akan terkesima dengan pembicaraannya dan hal tersebut akan menghantarkan kepada riya’ atau mereka kemudian terkesima dengan perkataannya dan tertakjub akan keahliannya.

Sungguh, para ulama membedakan antara riya’ yang menjadi motivasi awal dalam beramal, dengan seorang muslim yang menyelesaikan amalnya dengan ikhlas kemudian mendapati pada dirinya ada semacam rasa senang lantaran pujian manusia kepadanya setelah ia selesai beramal. Maka, hal ini, insya Allah, tidak membuat keikhlasan menjadi cacat. Karena di dalam sana, ia tengah bertarung dengan perasaannya sendiri. Maka, semoga hadits ini mampu menenteramkan:

Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Dzar, bahwa ia berkata, “Rasulullah pernah ditanya, ‘Apa pendapatmu tentang seseorang yang melakukan amal baik, lalu manusia memberikan pujian kepadanya?’ Beliau bersabda, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi orang beriman.”

Maka, ketika perasaan riya’ dengan begitu dahsyat menghampiri diri, tetap ngaji kawan, tetaplah mencari ilmu, tetaplah untuk menggesa ketajaman intelektualitas dan iman diri. Sebagaimana wejangan dari Imam Nawawi berikut ini.

“Hendaknya tidak herhenti mengajar seseorang hanya lantaran niatnya tidak benar. Karena, yang diharapkan adalah niat ia bisa baik. Bisa jadi memperbaiki niat itu agak sulit bagi mayoritas para pemula karena kelemahan jiwa mereka dan kurangnya kesadaran tentang wajibnya memperbaiki niat. Maka berhenti dari mengajar mereka, akan menyebabkan terlewatkannya banyak ilmu. Padahal, yang diharapkan adalah ia bisa memperbaiki niatnya sebagai berkah dari ilmu di saat ia sadar dengan ilmu tersebut.”

Godaan adalah tamu tak diundang yang selalu datang dan membadai jalan kehidupan. Perlu pelindung diri agar tak terdebui akibat badai itu. Nah, sebegitu juga dalam lingkup aktivitas para ngajiers yang sarat keilmuan. Imam Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis-nya memperingatkan tentang suatu kondisi yang suatu saat akan datang dan menghampiri para ngajiers.

“Terkadang Iblis membuat perangkap kepada orang yang biasa memberi nasihat seperti ini: ‘Orang seperti kamu tidak pantas untuk menasihati, tetapi yang pantas untuk itu adalah orang yang biasa bangun (malam).’ Lalu, hal itu membuatnya diam dan berhenti. Padahal, hal itu termasuk tipu daya Iblis. Sebab, ia berusaha melarang perbuatan baik. Iblis juga berkata: ‘Sesungguhnya kamu menikmati apa yang kamu sampaikan dan kamu merasa senang. Bisa jadi dalam ucapanmu ada unsur riya’, padahal berdiam diri adalah lebih selamat.’ Tujuan Iblis dari itu semua adalah untuk menutup pintu kebaikan.”

Ah, sungguh indah nian wasiat Imam Ghazali dalam Ayyuhal Walad-nya ketika beliau mengingatkan para ngajiers akan pentingnya mengevaluasi diri dan bertanya tentang motif yang mendorongnya untuk menuntut ilmu dan siap menanggung semua rintangannya. “Berapa banyak malam yang telah kamu hidupkan,” kata beliau, “Untuk mengulang ilmu dan mentelaah kitab-kitab. Kamu menahan diri untuk tidur. Aku tidak tahu apa motivasimu dari itu semua? Apabila niatmu untuk mencari kesenangan dunia, mengumpulkan kekayaannya, mencari kedudukan dan membanggakan diri dihadapan para sahabat dan orang-orang sepertimu, maka celakalah kamu dan celakalah kamu.

Namun, apabila tujuanmu dalam menuntut ilmu adalah untuk menghidupkan syari‘at Nabi, mendidik akhlakmu, dan menghancurkan nafsu yang senantiasa memerintahkan kejahatan, maka beruntunglah kamu dan beruntunglah kamu....”

Yah, beruntunglah kamu wahai para ngajiers. Beruntunglah, sungguh, tak banyak yang mau mengambil jalan penuh barakah ini. Sungguh, tak banyak yang mau mengambil jalan menuju jannah ini. Sungguh, tak banyak yang mau mengambil jalan yang di mana malaikat selalu menaungi dan mendoakan ini. Sungguh, beruntunglah, beruntunglah... walaupun ikhlas, memang sekata yang tidak mudah untuk diamalkan...

Maka, ikhlas, berkawankan pengorbanan... sebagaimana mencari ilmu, pengorbanan pun tak sedikit yang harus terkucurkan... harta, jiwa, raga, waktu, keluarga, semuanya... tapi di sana, kita bernikmat diri dengan perjuangan untuk mengikhlas diri... demi ridha-Nya...

Semoga menginspirasi....

--------------------------------------------------------------
Fachmy Casofa
fachmy_85@yahoo.co.id
http://writhink.wordpress.com/

Sunday, September 25, 2011

Permohonan si miskin dan si kaya

Nabi Musa AS memiliki umat yang jumlahnya sangat banyak dan umur mereka panjang-panjang. Mereka ada yang kaya dan miskin. Suatu hari ada seorang miskin datang menghadap Nabi Musa as. Ia begitu miskinnya pakaiannya compang-camping dan sangat lusuh berdebu. Si miskin itu kemudian berkata kepada Baginda Musa as, "Ya Nabiyullah, tolong sampaikan kepada Allah SWT agar menjadikan aku orang kaya.

Nabi Musa AS tersenyum dan berkata kepada orang itu, "Saudaraku, banyak-banyaklah kamu bersyukur kepada Allah SWT. Si miskin itu agak terkejut dan kesal, lalu ia berkata ; "Bagaimana aku mau banyak bersyukur, aku makan pun jarang, dan pakaian yang aku gunakan pun hanya satu lembar ini saja"!. Akhirnya si miskin itu pulang tanpa mendapatkan apa yang diinginkan.

Beberapa waktu kemudian datang seorang kaya menghadap Nabi Musa AS. Orang tersebut bersih badannya juga rapi pakaiannya. Ia berkata kepada Nabi Musa AS, "Wahai Nabiyullah, tolong sampaikan kepada Allah SWT agar aku dijadikan orang yang miskin, terkadang aku merasa terganggu dengan hartaku itu. Nabi Musa AS pun tersenyum, lalu ia berkata, dengan maksud mengujinya: "Wahai saudaraku, janganlah kamu bersyukur kepada Allah SWT".

"Ya Nabiyullah, bagaimana aku tidak bersyukur kepada Alah SWT. Allah SWT telah memberiku mata yang dengannya aku dapat melihat. Telinga yang dengannya aku dapat mendengar. Tangan yang dengannya aku dapat bekerja dan Allah telah memberiku kaki yang dengannya aku dapat berjalan, bagaimana mungkin aku tidak mensyukurinya", jawab si kaya itu. Dalam firman Allah Surat Al An’aam (QS. 6:53), “Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang yang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin),...”

Akhirnya si kaya itu pun pulang ke rumahnya. Kemudian yang terjadi adalah si kaya semakin ditambah kekayaannya karena ia selalu bersyukur. Dan si miskin menjadi bertambah miskin, karena Allah SWT mengambil semua kenikmatan-Nya, sehingga si miskin itu tidak memiliki selembar pakaianpun kecuali yang melekat di tubuhnya. 

Allah akan melipatgandakan ni’matnya kepada orang-orang yang bersyukur dan sebaliknya azab kepada mereka yang kufur ni’mat sebagaimana Surat Ibrahim (QS. 14:7), “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Semoga kita termasuk hamba-hambaNya yang senantiasa bersyukur atas apa yang telah diberikan. Amin.

di copy dari Fauzi Nugroho

Saturday, September 24, 2011

Apa yang kita ucapkan ketika kita baru menjadi mayat


Rasulullah s.a.w. bersabda : "Wahai Aisyah, sesungguhnya sehebat-hebat keadaan mayat ialah ketika orang yang memandikan masuk ke rumahnya untuk memandikannya. Maka keluarlah cincin di masa remaja dari jari-jarinya dan ia melepaskan pakaian pengantin dari badannya. 

Bagi para pemimpin dan fuqaha, sama melepaskan sorban dari kepalanya untuk dimandikan."Di kala itu ruhnya memanggil, ketika ia melihat mayat dalam keadaan telanjang dengan suara yang seluruh makhluk mendengar kecuali jin dan manusia yang tidak mendengar. 

Maka berkata ruh, "Wahai orang yang memandikan, aku minta kepadamu karena Allah, lepaskanlah pakaianku dengan perlahan-lahan sebab di saat ini aku beristirahat dari kesakitan sakaratul maut."

Dan apabila air disiram maka akan berkata mayat, "Wahai orang yang memandikan, janganlah engkau menyiram air dalam keadaan yang panas dan janganlah pula dalam keadaan dingin kerana tubuhku terbakar dari sebab lepasnya roh,"

Dan jika mereka memandikan, maka berkata ruh: "Demi Allah, wahai orang yang memandikan, janganlah engkau gosok tubuhku dengan kuat sebab tubuhku luka-luka dengan keluarnya ruh."

Apabila telah selesai dari dimandikan dan diletakkan pada kafan serta tempat kedua telapaknya sudah diikat, maka mayat memanggil, "Wahai orang yang memandikanku, janganlah engkau kuat-kuatkan dalam mengafani kepalaku sehingga aku dapat melihat wajah anak-anakku dan kaum keluargaku sebab ini adalah penglihatan terakhirku pada mereka. Adapun pada hari ini aku dipisahkan dari mereka dan aku tidak akan dapat berjumpa lagi sehingga hari kiamat."

Apabila mayat dikeluarkan dari rumah, maka mayat akan menyeru, "Demi Allah, wahai jemaahku, aku telah meninggalkan isteriku menjadi janda, maka janganlah kamu menyakitinya. Anak-anakku telah menjadi yatim, janganlah menyakiti mereka. Sesungguhnya pada hari ini aku akan dikeluarkan dari rumahku dan meninggalkan segala yang kucintai dan aku tidak lagi akan kembali untuk selama-lamanya." 

Apabila mayat diletakkan ke dalam keranda, maka berkata lagi mayat, "Demi Allah, wahai jemaahku, janganlah kamu percepatkan aku sehingga aku mendengar suara ahliku, anak-anakku dan kaum keluargaku. Sesungguhnya hari ini ialah hari perpisahanku dengan mereka sehingga hari kiamat."

ditulis ulang oleh @islamsejuk, penulis asli tidak kami ketahui

Friday, September 23, 2011

Segi Ilmiah Asal Kejadian Manusia Menurut Al Qur'an

Di kitab Al Qur’an ada menyebutkan bahwa asal kejadian manusia terdiri dari 7 (tujuh) macam kejadian.
 
Pertama :
Di surat Ar Rahman ayat 14: "Dia (Allah) menjadikan manusia seperti
tembikar, (tanah yang dibakar)".

Yang dimaksudkan dengan kata "Shal-shal" di ayat ini
ialah : Tanah kering atau setengah kering yakni "Zat pembakar" atau Oksigen.
 
Kedua:
Di ayat itu disebutkan juga kata "Fakhkhar", yang maksudnya ialah "Zat Arang"
atau Carbonium. 
 
Ketiga:
Di surat Al Hijr, ayat 28: "dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
malaikat; sesungguhnya Aku (Allah) hendak menciptakan seorang manusia (Adam) dari tanah kering dan lumpur hitam yang berbentuk (berupa)" .

Di ayat ini. Tersebut
juga "shal-shal", telah saya terangkan, sedangkan kata "Hamaa-in" di ayat tersebut ialah "Zat Lemas" atau Nitrogenium.
 
Keempat :
Di surat As Sajadah ayat 7: "Dan (Allah) membuat manusia berasal dari
pada "tanah"".

Yang dimaksud dengan kata "thien" (tanah) di ayat ini ialah "Atom zat
air" atau Hidrogenium.
 
Kelima:
Di Surat Ash Shaffaat ayat 11: "Sesungguhnya Aku (Allah) menjadikan
manusia dari pada Tanah Liat".

Yang dimaksud dengan kata "lazib" (tanah liat) di ayat
ini ialah "Zat besi" atau ferrum.
 
Keenam:
Di Surat Ali Imran ayat 59: " Dia (Allah) menjadikan Adam daripada tanah
kemudian Allah berfirman kepadanya "jadilah engkau, lalu berbentuk manusia".

Yang
dimaksud dengan kata "turab" (tanah) di ayat ini ialah: "Unsur-unsur zat asli yang terdapat di dalam tanah" yang dinamai "zat-zat anorganis".
Ketujuh: Di surat Al Hijr ayat 28: "Maka setelah Aku (Allah) sempurnakan (bentuknya), lalu Kutiupkan ruh-Ku kepadanya (Ruh daripada-Ku)"
 

Dari ketujuh ayat Al Qur’an ini Allah telah menunjukkan tentang proses kejadiannya Nabi Adam sehingga berbentuk manusia, lalu ditiupkan ruh kepadanya sehingga manusia bernyawa (bertubuh jasmani dan rohani). Sebagaimana disebutkan pada ayat yang keenam tentang kata "turab" (tanah) ialah zat-zat asli yang terdapat didalam tanah yang dinamai zat anorganis. Zat Anorganis ini baru terjadi setelah melalui proses persenyawaan antara "Fakhkhar" yakni Carbonium (zat arang) dengan "shal-shal" yakni Oksigenium (zat pembakar) dan "hamaa-in" yaitu Nitrogenium (zat lemas) dan Thien yakni Hidrogenium (Zat air).
 
Jelasnya adalah persenyawaan antara:
 
 Fachchar (Carbonium = zat arang) dalam surat Ar Rahman ayat 14.
 Shalshal (Oksigenium = zat pembakar) juga dalam surat Ar Rahman ayat 14.
 Hamaa-in (Nitrogenium = zat lemas) dalam surat Al Hijr ayat 28 
 Thien (Hidrogenium = Zat Air) dalam surat As Sajadah, ayat 7. 
 Kemudian bersenyawa dengan zat besi (Ferrum), Yodium, Kalium, Silcum dan
mangaan, yang disebut "laazib" (zat-zat anorganis) dalam surat As Shafaat ayat 11.

Dalam proses persenyawaan tersebut, lalu terbentuklah zat yang dinamai protein.
Inilah yang disebut "Turab" (zat-zat anorganis) dalam surat Ali Imran ayat 59. Salah satu diantara zat-zat anorganis yang terpandang penting ialah "Zat Kalium", yang banyak terdapat dalam jaringan tubuh, teristimewa di dalam otot-otot. Zat Kalium ini dipandang terpenting oleh karena mempunyai aktivitas dalam proses hayati, yakni dalam pembentukan badan halus.

Dengan  berlangsungnya "Proteinisasi",
menjelmakan "proses penggantian" yang disebut "Substitusi". Setelah selesai mengalami substitusi, lalu menggempurlah electron-electron cosmic yang mewujudkan sebab pembentukan (Formasi), dinamai juga "sebab ujud" atau Causa Formatis. 
 
Adapun Sinar Cosmic itu ialah suatu sinar mempunyai kemampuan untuk merubah sifat-sifat zat yang berasal dari tanah. Maka dengan mudah sinar cosmic dapat mewujudkan pembentukan tubuh manusia (Adam) berupa badan kasar (jasmaniah), yang terdiri dari badan, kepala, tangan, mata, hidung telinga dan seterusnya. Sampai disinilah ilmu pengetahuan exact dapat menganalisa tentang pembentukan tubuh kasar (jasmaniah, jasmani manusia/Adam).

Sedangkan tentang rohani (abstract
wetenschap) tentu dibutuhkan ilmu pengetahuanyang serba rohaniah pula, yang sangat erat hubungannya dengan ilmu Metafisika.
 
Sumber :  Dialog Ketuhanan Yesus oleh KH. Bahaudin Mudhary

Wednesday, September 21, 2011

Menjaga tujuh sunnah Nabi setiap hari

Dalam kehidupan sehari-hari ada kala kita mungkin telah melampaui batas. Imaginasi kotor, percakapan dan perbuatan yang tidak betul menjadikan kita selalunya semakin jauh dengan Allah. Tetapi itulah kita manusia, tak lari dari kesilapan..dan mujurlah Allah selalu membuka pintu taubat kepada kita, agar dapat kita meneruskan perjalanan menuju akhirat dengan lebih berkat. Hendaknya kita selalu menjaga tujuh sunnah Nabi setiap hari. Ketujuh sunnah Nabi SAW itu adalah:

Pertama:
Tahajjud, kerana kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya. Pastinya doa mudah termakbul dan menjadikan kita semakin hampir dengan Allah.

Kedua:
Membaca Al-Qur'an sebelum terbit matahari, alangkah baiknya sebelum mata melihat dunia, sebaiknya mata membaca Al-Qur'an terlebih dahulu dengan penuh pemahaman. Paling tidak jika sesibuk manapun kita, bacalah ayat 3Qul, atau ayat qursi.

Ketiga:
Jangan tinggalkan masjid terutama di waktu subuh. Sebelum melangkah kemana pun langkahkan kaki ke mesjid, kerana masjid merupakan pusat keberkahan, bukan kerana panggilan muadzin tetapi panggilan Allah yang mencari orang beriman untuk memakmurkan masjid Allah.

Keempat:
Jaga sholat dhuha, kerana kunci rezeki terletak pada solat dhuha. Yakinlah, kesan solat dhuha sangat dasyat dalam mendatangkan rezeki.

Kelima:
Jaga sedekah setiap hari. Allah menyukai orang yang suka bersedekah, dan malaikat Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersedekah setiap hari. Percayalah, sedekah yang diberikan akan dibalas oleh Allah berlipat kali ganda.

Keenam:
Jaga wudhu terus menerus kerana Allah menyayangi hamba yang berwudhu. Kata khalifah Ali bin Abu Thalib, "Orang yang selalu berwudhu senantiasa ia akan merasa selalu solat walau ia sedang tidak solat, dan dijaga oleh malaikat dengan dua doa, ampuni dosa dan sayangi dia ya Allah".

Ketujuh: 
 Amalkan istighfar setiap saat. Dengan istighfar masalah yang terjadi kerana dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.

Zikir adalah bukti syukur kita kepada Allah. Bila kita kurang bersyukur, maka kita kurang berzikir pula, oleh kerana itu setiap waktu harus selalu ada penghayatan dalam melaksanakan ibadah ritual dan ibadah ajaran Islam lainnya. Zikir juga merupakan makanan rohani yang paling bergizi, dan dengan zikir berbagai kejahatan dapat ditangkal sehingga jauhlah umat manusia dari sifat-sifat yang berpangkal pada materialisme dan hedonisme.

Sebarkanlah ilmu ini, dan anda tidak akan rugi sedikitpun, sebarkan, semoga ianya memberi manfaat pada semua

Thursday, September 15, 2011

Pendakyah Yahudi bernama Dahri

Pada suatu ketika, kota Baghdad didatangi oleh seorang pendakyah Yahudi bernama Dahri. Kedatangannya mencetuskan kegemparan di kalangan umat Islam. Dahri cuba merosakkan pegangan umat Islam dengan membahaskan soal-soal yang berhubung kait dengan ketuhanan. 


Dicabarnya para ulama Baghdad untuk berdebat dengannya. Setiap kali cabarannya disahut, hujah-hujah Dahri tidak pernah dapat dipatahkan sehingga akhirnya tidak ada lagi ulama Baghdad dan ulama-ulama di sekitarnya yang sanggup berhadapan dengannya.


Akhirnya wakil Khalifah menemui Imam Hammad bin Abi Sulaiman Al-Asy’ari, seorang ulama yang tidak kurang hebat ketokohannya serta kredibilitinya.


Khalifah memerintahkan perdebatan antara Imam Hammad dan Dahri disegerakan. Dan ia mesti dibuat di Masjid Jamek di tengah-tengah kota Baghdad. Sehari sebelum itu, Masjid Jamek telah penuh sesak dengan orang ramai.


“Maha suci Allah, maha suci Allah, maha suci Allah, sesungguhnya aku tiada daya usaha melainkan melainkan Allah lah pelindungku Tuhan yang maha tinggi lagi Maha Agung”. Lidah Imam Hammad terus melafazkan kalimat menyucikan segala tohmahan yang tidak layak bagi zat yang Maha Agung. Dia beristighfar terus.


Keesokannya, pagi-pagi lagi muncul Abu Hanifah, murid Imam Hammad yang paling rapat dan yang paling disayanginya. Namanya yang sebenar ialah Nu’man, yang ketika itu usianya masih remaja. Bila ternampak keadaan gurunya yang gundah gulana itu, Abu Hanifah pun bertanya untuk mendapat kepastian. Lalu Imam Hammad menceritakan keadaan yang sebenar.


Membantu guru


Beliau juga memohon izin membantu gurunya berdepan dengan si Dahri. Maka berangkatlah ilmuwan belasan tahun itu bersama gurunya ke Masjid Jamek di mana majlis dialog akan diadakan yang dihadiri oleh orang ramai dan Khalifah. Seperti biasanya, sebelum menyampaikan dakyahnya, Dahri mencabar dan memperlekeh-lekehkan ulama dengan bersuara lantang dari atas pentas.


“Hai Dahri, apalah yang digusarkan. Orang yang mengetahuinya pasti menjawabnya!” Tiba-tiba suara Abu Hanifah memeranjatkan Dahri dan menyentakkan kaum Muslimin yang hadir. Dahri sendiri terkejut. Matanya memandang tajam mata Abu Hanifah yang masih muda.
“Siapa kamu hai anak muda? Berani sungguh menyahut cabaranku...Sedangkan ulama yang hebat-hebat, yang berserban dan berjubah labuh telah ku kalahkan...!” Lantang suara Dahri membidas Abu Hanifah.


“Wahai Dahri,” balas Abu Hanifah, “Sesungguhnya Allah tidak mengurniakan kemuliaan dan kebesaran itu pada serban atau jubah yang labuh. Tetapi Allah mengurniakan kemuliaan kepada orang-orang yang berilmu dan bertakwa”.


Abu Hanifah lalu membacakan firman Allah s.w.t yang bermaksud: Allah telah meninggikan darjat orang beriman dan berimu antara kamu beberapa darjat. (Al-Mujadalah: 11)


Geram rasanya hati Dahri mendengarnya kepetahan lidah pemuda ini berhujah. Maka berlangsunglah majlis dialog.


“Benarkah Allah itu wujud?,” soal Dahri memulakan majlis dialognya.


“Bahkan Allah memang wujud,” tegas Abu Hanifah.


“Kalau Allah maujud (wujud), di manakah tempatnya..?” Suara Dahri semakin meninggi.
“Allah tetap wujud tetapi dia tidak bertempat!” jelas Abu Hanifah.


“Hairan, kau kata Allah itu wujud, tetapi tidak bertempat pula...?” bantah Dahri sambil tersenyum sinis kepada hadirin.


“Ah, itu senang sahaja wahai Dahri. Cuba kau lihat pada dirimu sendiri. Bukankah pada dirimu itu ada nyawa...,” Abu Hanifah berhujah.


“Bahkan, memang aku ada nyawa, dan memang setiap makhluk yang bernafas itu ada nyawa...!,” sahut Dahri.


“Tetapi adakah kau tahu di manakah letaknya nyawa atau rohmu itu...? Dikepalakah, diperutkah atau adakah dihujung tapak kakimu..?” Tersentak Dahri seketika.


Setelah itu Abu Hanifah mengambil segelas susu lalu lalu berkata: “Adakah dalam air susu ini ada terkandung lemak...?”


Pantas Dahri menjawab, “Ya, bahkan!”


Abu Hanifah bertanya lagi, “Kalau begitu di manakah lemak itu berada...? Di bahagian atasnya atau di bawahkah...?” Sekali lagi Dahri tersentak, tidak mampu menjawab pertanyaan Abu Hanifah yang petah itu.


“Untuk mencari di manakah roh dalam jasad dan di manakah kandungan lemak dalam susu ini pun kita tidak upaya, masakan pula kita dapat menjangkau di manakah beradanya Zat Allah s.w.t di alam maya ini? Zat yang mencipta dan mentadbir seluruh alam ini termasuk roh dan akal dangkal kita ini, pun ciptaan-Nya, yang tunduk dan patuh di bawah urusan tadbir kerajaan-Nya Yang Maha Agung...!”


“Hai anak muda! Apakah yang wujud sebelum Allah. Dan apa pula yang muncul selepas Dia nanti...” soal Dahri lagi.


“Wahai Dahri! Tidak ada suatu pun yang wujud sebelum Allah s.w.t dan tidak ada sesuatu jua yang akan muncul selepas-Nya. Allah tetap Qadim dan Azali. Dialah yang Awal dan Dialah yang Akhir,” tegas Abu Hanifah, ringkas tapi padat.


“Pelik sungguh! Mana mungkin begitu....Tuhan wujud tanpa ada permulaannya? Dan mana mungkin Dia pula yang terakhir tanpa ada lagi yang selepas-Nya....?,” Dahri cuba berdalih dengan minda logiknya.


Dengan tersenyum Abu Hanifah menjelaskan, “Ya! Dalilnya ada pada diri kamu sendiri. Cuba kau lihat pada ibu jari mu itu. Jari apakah yang kau nampak berada sebelum jari ini..?” Sambil menuding ibu jarinya ke langit.




Tidak terfikir


Beberapa hadirin turut berbuat demikian. “Dan pada jari manis kau itu, ada lagikah jari yang selepasnya...” Dahri membelek-belek jarinya. Tidak terfikir dia persoalan yang sekecil itu yang diambil oleh Abu Hanifah.”


“Jadi...! Kalaulah pada jari kita yang kecil ini pun, tidak mampu kita fikir, apatah lagi Allah Zat Yang Maha Agung itu, yang tiada suatu pun yang mendahului-Nya dan tiada sesuatu yang kemudian selepas-Nya.”


Sekali lagi Dahri tercenggang. Bungkam. Namun masih tidak berputus asa untuk mematahkan hujah anak muda yang telah memalukannya di khalayak ramai. Khalifah memerhatikan sahaja gelagat Dahri dengan penuh tanda tanya. Dahri berfikir seketika, mencari jalan, mencari idea. Semacam suatu ilham baru telah menyuntik mindanya, iapun tersenyum lalu bertanya.


“Ini soalan yang terakhir buat mu, hai.. budak mentah!,”. Sengaja Dahri mengeraskan suaranya agar rasa malunya itu terperosok, dan seolah-olah memperkecilkan kemampuan Abu Hanifah.


“Allah itu ada, kata mu. Ha! apakah pekerjaan Tuhanmu ketika ini?” Soalan tersebut membuat Abu Hanifah tersenyum riang.


“Ini soalan yang sungguh menarik. Jadi kenalah dijawab dari tempat yang tinggi supaya dapat didengar oleh semua orang,” katanya. Pemuda ideologi Ad-Dahriyyun yang sedari tadi mentalitinya dicabar terus, berjalan turun meninggalkan mimbar masjid Jamek, memberi tempat untuk Abu Hanifah:


“Wahai sekelian manusia. Ketahuilah bahawa kerja Allah ketika ini ialah menggugurkan yang batil sebagaimana Dahri yang berada di atas mimbar, diturunkan Allah ke bawah mimbar. Dan Allah juga telah menaikkan yang hak sebagaimana aku, yang berada di sana, telah dinaikkan ke atas mimbar Masjid Jamek ini... !”


Bagai halilintar, hujah Abu Hanifah menerjah ke dua-dua pipi Dahri. Seiring dengan itu bergemalah pekikan takbir dari orang ramai. Mereka memuji-muji kewibawaan Abu Hanifah yang berjaya menyelamatkan maruah Islam dari lidah Dahri yang sesat lagi menyesatkan itu.


Firman Allah s.w.t yang bermaksud, Dialah yang awal dan dialah yang akhir, dan yang zahir dan yang batin, dan dialah yang mengetahui akan tiap-tiap sesuatu. (al-Hadid: 3) dalam ayat yang keempat daripada surah yang sama Allah berfirman yang bermaksud, … dan dia tetap bersama kamu di mana sahaja kamu berada.


Maksudnya Allah s.w.t sentiasa mengawasi manusia dengan ilmunya, memerhati, mendengar serta berkuasa ke atas mereka biar di mana sahaja mereka berada. Di dalam fahaman ahli sunnah adalah ditegah mengishbat tempat bagi Allah, dengan menentukan lokasi baginya.


Jika pendakyah2 wahabi berada ditempat Abu hanifah, sudah tentu mereka akan menjawab " Tuhan di atas Langit, sebagaimana penganut2 Yahudi". Sedangkan mereka sendiri mengaku beriktiqad salafi, rupa2nya salfai yahudi. Inilah yang dibanggakan oleh kerajaan kelantan dan Perlis yang mengfatwakan wahabi ialah ahli sunnah wal jamaah. sedangkan iktiqad Tuhan di atas langit ialah iktiqad yahudi

Wednesday, September 14, 2011

Pengertian ghibah

Nabi Muhammad sallallahu ‘alayhi wa sallam telah menafsirkan makna ghibah dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ­radhiyallahu ‘anhu:

«أتدرون ما الغيبة ؟ قالوا : الله ورسوله أعلم، قال : ذكرك أخاك بما يكره. قيل : أفرأيت إن كان في أخي ما أقول ؟ قال : إن كان فيه ما تقول فقد اغتبته وإن لم يكن فيه فقد بهته».



«Adakah kamu tahu apa itu ghibah?”, mereka berkata : Allah dan RasulNya lebih mengetahui. Baginda berkata : “Engkau menyebut sesuatu mengenai saudaramu dengan perkara yang tidak disukainya“. Dikatakan : Beritahukanlah kepadaku, bagaimana sekiranya ada pada saudaraku itu apa yang aku katakan? Baginda berkata : “Sekiranya ada padanya apa yang kamu katakan, maka kamu telah mengumpatnya, jika tiada padanya apa yang kamu katakan maka kamu telah memfitnahnya». (Riwayat Muslim, Abu Daud, al-Tirmizi, al-Darimi, Ahmad dan Ibn Hibban) * di ambil dari Ummu Adibah Blog =*

Saturday, September 10, 2011

Aisyah binti Abu Bakar RA ; Wanita yang dibersihkan namanya langsung dari atas langit ketujuh



Dia adalah gurunya kaum laki-laki, seorang wanita yang suka kebenaran, putri dari seorang laki-laki yang suka kebenaran, yaitu Khalifah Abu Bakar dari suku Quraisy At-Taimiyyah di Makkah, ibunda kaum mukmin, istri pemimpin seluruh manusia, istri Nabi yang paling dicintai, sekaligus putri dari laki-laki yang paling dicintai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam

Ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, bahwa ‘Amr bin ‘Ash Rodhiallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam: “Siapakah orang yang paling engkau cintai, wahai Rasulullah?" Rasul menjawab: '''Aisyah.'' 'Amr bertanya lagi: "Kalau laki-­laki?" Rasul menjawab: "Ayahnya.

Selain itu Aisyah adalah wanita yang dibersihkan namanya langsung dari atas langit ketujuh. Dia juga adalah wanita yang telah membuktikan kepada dunia sejak 14 abad yang lalu bahwa seorang wanita memungkinkan untuk lebih pandai daripada kaum laki-laki dalam bidang politik atau strategi perang.

Wanita ini bukan lulusan perguruan tinggi dan juga tidak pernah belajar dari para orientalis dan dunia Barat. Ia adalah murid dan alumni madrasah kenabian dan madrasah iman. Sejak kecil ia sudah diasuh oleh seorang yang paling utama, yaitu ayahnya, Abu Bakar. Ketika menginjak dewasa ia diasuh oleh seorang nabi dan guru umat manusia, yaitu suaminya sendiri. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, terkumpullah dalam dirinya ilmu, keutamaan, dan keterangan-keterangan yang menjadi referensi manusia sampai saat ini. Teks hadits-hadits yang diriwayatkannya selalu menjadi bahan kajian di fakultas­-fakultas sastra, sebagai kalimat yang begitu tinggi nilai sastra­nya. Ucapan dan fatwanya selalu menjadi bahan kajian di fakultas-fakultas agama, sedang tindakan-tindakannya menjadi materi penting bagi setiap pengajar mata pelajaran/mata kuliah sejarah bangsa Arab dan Islam.

Pernikahan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dengannya merupakan perintah langsung dari Allah 'Azza wa jalla setelah wafatnya Khadijah. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari 'Aisyah Rodhiallahu ‘anha, dia berkata: "Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: 'Aku pernah melihat engkau dalam mimpiku tiga hari berturut-turut (sebelum aku menikahimu). Ada malaikat yang datang kepadaku dengan membawa gambarmu yang ditutup dengan secarik kain sutera. Malaikat itu berkata: 'Ini adalah istrimu'. Aku pun lalu membuka kain yang menutupi wajahmu. Ketika ternyata wanita tersebut adalah engkau ('Aisyah), aku lalu berkata: 'Jika mimpi ini benar dari Allah, kelak pasti akan menjadi kenyataan.''’

Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam menikahi 'Aisyah dan Saudah pada waktu yang bersamaan. Hanya saja pada saat itu Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam tidak langsung hidup serumah dengan 'Aisyah. Setelah kurang lebih tiga tahun hidup serumah dengan Saudah, tepatnya pada bulan Syawal setelah perang Badar, barulah beliau hidup serumah dengan 'Aisyah. 'Aisyah menempati salah satu kamar yang terletak di komplek Masjid Nabawi. yang terbuat dari batu bata dan beratapkan pelepah kurma. Alas tidurnya hanyalah kulit hewan yang diisi rumput kering; alas duduknya berupa tikar; sedang tirai kamarnya terbuat dari bulu hewan. Di rumah yang sederhana itulah 'Aisyah memulai kehidupan sebagai istri yang kelak akan menjadi perbincangan dalam sejarah.

Pernikahan bagi seorang wanita adalah sesuatu yang utama dan penting. Setelah menikah, seorang wanita akan menjadi istri dan selanjutnya akan menjadi seorang ibu. Kekayaan dunia sebanyak apa pun, kemuliaan setinggi awan, kepandaian yang tak tertandingi, dan jabatan yang begitu tinggi, sekali-kali tidak akan ada artinya bagi seorang wanita jika tidak menikah dan tidak mempunyai suami, sebab tidaklah mungkin bahagia sese­orang yang berpaling dari fitrahnya.

Dalam kehidupan berumah tangga, 'Aisyah merupakan guru bagi setiap wanita di dunia sepanjang masa. Ia adalah sebaik-baik istri dalam bersikap ramah kepada suami, menghibur hatinya, dan menghilangkan derita suami yang berasal dari luar rumah, baik yang disebabkan karena pahitnya kehidupan maupun karena rintangan dan hambatan yang ditemui ketika menjalankan tugas agama.

'Aisyah adalah seorang istri yang paling berjiwa mulia, dermawan, dan sabar dalam mengarungi kehidupan bersama Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam yang serba kekurangan, hingga pernah dalam jangka waktu yang lama di dapurnya tidak terlihat adanya api untuk pemanggangan roti atau keperluan masak lainnya. Selama itu mereka hanya makan kurma dan minum air putih.

Ketika kaum muslim telah menguasai berbagai pelosok negeri dan kekayaan datang melimpah, 'Aisyah pernah diberi uang seratus ribu dirham. Uang itu langsung ia bagikan kepada orang-orang hingga tak tersisa sekeping pun di tangannya, padahal pada waktu itu di rumahnya tidak ada apa-apa dan saat itu ia sedang berpuasa. Salah seorang pelayannya berkata: "Alangkah baiknya kalau engkau membeli sekerat daging meski­pun satu dirham saja untuk berbuka puasa!" Ia menjawab: "Seandainya engkau katakan hal itu dari tadi, niscaya aku melakukannya.

Dia adalah wanita yang tidak disengsarakan oleh kemis­kinan dan tidak dilalaikan oleh kekayaan. Ia selalu menjaga kemuliaan dirinya, sehingga dunia dalam pandangannya adalah rendah nilainya. Datang dan perginya dunia tidaklah dihiraukannya.

Dia adalah sebaik-baik istri yang amat memperhatikan dan memanfaatkan pertemuan langsung dengan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, sehingga dia menguasai berbagai ilmu dan memiliki kefasihan berbicara yang menjadikan dirinya sebagai guru para shahabat dan sebagai rujukan untuk memahami Hadits, sunnah, dan fiqih. Az-Zuhri berkata: "Seandainya ilmu semua wanita disatu­kan, lalu dibandingkan dengan ilmu 'Aisyah, tentulah ilmu 'Aisyah lebih utama daripada ilmu mereka."1

Hisyam bin 'Urwah meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata: "Sungguh aku telah banyak belajar dari 'Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun yang lebih pandai daripada 'Aisyah tentang ayat-ayat Al-Qur'an yang sudah diturunkan, hukum fardhu dan sunnah, syair, permasalahan yang ditanyakan kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah Arab, nasab, hukum, serta pengobatan. Aku bertanya kepadanya: 'Wahai bibi, dari manakah engkau mengetahui ilmu pengobatan?' 'Aisyah menjawab: 'Aku sakit, lalu aku diobati dengan sesuatu; ada orang lain sakit juga diobati dengan sesuatu; dan aku juga mendengar orang banyak, sebagian mereka mengobati sebagian yang lain, sehingga aku mengetahui dan meng­hafalnya. "'2

Dalam riwayat lain dari A'masy, dari Abu Dhuha dari Masruq, Abud Dhuha berkata: "Kami pernah bertanya kepada Masruq: 'Apakah 'Aisyah juga menguasai ilmu faraidh?' Dia menjawab: 'Demi Allah, aku pernah melihat para shahabat Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang senior biasa bertanya kepada 'Aisyah tentang faraidh. "'3

Selain memiliki berbagai keutamaan dan kemuliaan, 'Aisyah juga memiliki kekurangan, yakni memiliki sifat gampang cemburu. Bahkan dia termasuk istri Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang paling besar rasa cemburunya. Rasa cemburu memang termasuk sifat pembawaan seorang wanita. Namun demikian, perasaan cemburu yang ada pada 'Aisyah masih berada dalam batas yang wajar dan selalu mendapat bimbingan dari Nabi, sehingga tidak sampai melampaui batas dan tidak sampai menyakiti istri Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang lain.

Di antara kejadian paling menggelisahkan yang pernah menimpa 'Aisyah adalah tuduhan keji yang terkenal dengan sebutan Haditsul ifki (berita bohong-Insyaa Allah akan dibahas diKIS.com di pembahasan yang lain) yang dituduhkan kepadanya, padahal diri 'Aisyah sangat jauh dengan apa yang dituduhkan itu. Akhirnya, turunlah ayat Al-Qur'an yang menerangkan kesucian dirinya. Cobaan yang menimpa wanita yang amat utama ini merupakan pelajaran berharga bagi setiap wanita, karena tidak ada wanita di dunia ini yang bebas dari tuduhan buruk.

Ketika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sakit sekembalinya dari haji Wada' dan merasa bahwa ajalnya sudah dekat, setelah dirasa selesai dalam menunaikan amanat dan menyampaikan risalah, beliau lalu berkeliling kepada istri-istrinya sebagaimana biasa. Pada saat membagi jatah giliran kepada istri-istrinya itu beliau selalu bertanya: "Di mana saya besok? Di mana saya lusa?" Hal ini mengisyaratkan bahwa beliau ingin segera sampai pada hari giliran 'Aisyah. Para istri Nabi yang lain pun bisa mengerti hal itu dan merelakan Nabi untuk tinggal di tempat istri yang mana yang beliau sukai selama sakit, sehingga mereka semuanya berkata: "Ya Rasulullah, kami rela memberikan jatah giliran, kami kepada 'Aisyah.4

Kekasih Allah itu pun pindah ke rumah istri tercintanya. Di sana 'Aisyah dengan setia menjaga dan merawat beliau. Bahkan saking cintanya, sakit yang diderita Nabi itu rela 'Aisyah tebus dengan dirinya kalau memang hal itu memungkinkan. 'Aisyah berkata: "Aku rela menjadikan diriku, ayahku, dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah." Tak lama kemudian Rasul pun wafat di atas pangkuan 'Aisyah.

'Aisyah melukiskan detik-detik terakhir dari kehidupan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut: "Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia di rumahku, pada hari giliranku, dan beliau bersandar di dadaku. Sesaat sebelum beliau wafat, 'Abdur Rahman bin Abu Bakar (saudaraku) datang menemuiku sambil membawa siwak, kemudian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam melihat siwak tersebut, sehingga aku mengira bahwa beliau menginginkannya. Siwak itu pun aku minta, lalu kukunyah (supaya halus), kukebutkan, dan kubereskan sebaik-baiknya sehingga siap dipakai. Selanjutnya, siwak itu kuberikan kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun bersiwak dengan sebaik-baiknya, sehingga belum pernah aku melihat cara ber­siwak beliau sebaik itu. Setelah itu beliau bermaksud memberi­kannya kembali kepadaku, namun tangan beliau lemas. Aku pun mendo'akan beliau dengan do'a yang biasa diucapkan Jibril untuk beliau dan yang selalu beliau baca bila beliau sedang sakit. (Alloohumma robban naasi... dst.) Akan tetapi, saat itu beliau tidak membaca do'a tersebut, melainkan beliau mengarahkan pandangannya ke atas, lalu membaca do'a: 'Arrofiiqol a'laa (Ya Allah, kumpulkanlah aku di surga bersama mereka yang derajatnya paling tinggi: para nabi, shiddiqin, syuhada', dan shalihin). Segala puji bagi Allah yang telah menyatukan air liurku dengan air liur beliau pada penghabisan hari beliau di dunia.5

Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam dimakamkan di kamar 'Aisyah, tepat di tempat beliau meninggal. Sepeninggal Rasulullah, 'Aisyah banyak menghabiskan waktunya untuk memberikan ta'lim. baik kepada kaum laki-laki maupun wanita (di rumahnya) dan banyak berperan serta dalam mengukir sejarah Islam sampai wafatnya. 'Aisyah wafat pada malam Selasa bulan Ramadhan tahun 57 Hijriyah pada usia 66 tahun.6

Para generasi sepeninggal 'Aisyah selalu mengkaji dan meneliti detail kehidupannya sejak usia 6 tahun, dengan harapan bisa mengambil hikmah dan ibrah dari model tarbiyyah (pendidikan) yang telah membentuk pribadi beliau menjadi figur tunggal yang belum ada duanya sejak empat belas abad silam.


1) Baca Al-Mustadrak IV/11, pembahasan tentang Pengetahuan para shahabat, oleh Al-Hakim; dan Majma'uz Zawaa'id IX/245 oleh Al-Haitsami. Al-Haitsami berkata: "Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dengan rawi yang tepercaya."

2) Baca Hilyatul Auliya' II/49. Riwayat ini memiliki rawi yang tsiqqah.

3) Hadits ini diriwayatkan oleh Darimi dalam As-Sunan II/342, Ibnu Sa'd dalam At­-Thabaqat VIII/66, dan Hakim dalam Al-Mustadrak IV/11.

4) Baca Shahih Muslim, kitab Keutamaan Para Shahabat, bab Keutamaan Aisyah Rodhiallahu ‘anha.

5) Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad (Al-Musnad V1/48) dan Hakim (Al-Mustadrak 1V/7). Hakim berkata: "Hadits ini shahih berdasarkan syarat yang ditetapkan Bukhari dan Muslim." Adz-Dzahabi juga sepakat atas keshahihan Hadits ini.

6) Baca Al-Istii'aab IV/1885 dan Taariikhut Thabari (Peristiwa-peristiwa pada tahun 58 Hijriyah).