Pada hakikatnya, cinta merupakan sebuah anugerah dari Tuhan. Kesuciannya tampak pada setiap hurufnya. Namun ketika cinta bermuarakan nasfu dan tak lagi berlandaskan kesetiaan pada jalan yang direstui Tuhan, tentu akan menjadi hal yang diharamkan. Seorang istri merupakan anugerah terindah bagi suami, begitu pula sebaliknya.
Jika keduanya sudah menjadi yang halal, maka pastikanlah keberadaannya merupakan pengisi hidup teristimewa. Meski raut wajahnya tak secantik bidadari, katakanlah kepadanya, ”Engkau wanita tercantik dalam hidupku, bahkan bidadari pun tak lebih cantik darimu”.
Seorang ulama modern ketika ditanya: apakah cinta itu halal atau haram? Kemudian ia menjawab, ”Cinta yang halal itu adalah halal, dan cinta yang haram itu adalah haram” Dari jawaban di atas, sudah tergambar bahwa yang halal sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas.
Oleh sebab itu, seorang suami yang mencintai istrinya atau istri mencintai suaminya, atau wanita mencintai lelaki pinangannya dan lelaki mencintai wanita pinangannya merupakan perkara yang halal. Akan tetapi, suami yang mencintai wanita yang bukan istrinya atau wanita mencintai suami yang bukan suaminya merupakan hal yang dibenci Tuhan.
Perkara demikian, memang sudah banyak terjadi, suami mencintai istri orang lain, kemudian hatinya sibuk memikirkan wanita tersebut.
Perkara seperti ini dapat menimbulkan kegoncangan rumah tangga.
لَيسَ مِنَّا مَن خَبَّبَ (أَيْ أَفسَدَ) إِمْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا
“Bukan dari golongan kami orang yang merusakkan hubungan seorang wanita dengan suaminya”
Perkara tersebut memang sudah jelas dilarang oleh Tuhan. Karena mencintai apa yang bukan semestinya dapat merusak hubungan rumah tangga.
Akibat perasaan cinta yang salah tersebut, seseorang dapat terjerumus pada perkara yang dibenci. Perasaan tersebut harus segera dihilangkan, karena dapat mendorong seseorang untuk berbuat yang tidak semestinya.
Allah memberikan sebuah gambaran:
قَالَتْ فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي فِيهِ وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ وَلَئِنْ لَمْ يَفْعَلْ مَا آمُرُهُ
لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونًا مِنَ الصَّاغِرِينَ (٣٢)
”Wanita itu berkata: "Itulah Dia orang yang kamu
cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan Sesungguhnya aku telah menggoda Dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi Dia menolak. dan Sesungguhnya jika Dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya Dia akan dipenjarakan dan Dia akan Termasuk golongan orang-orang yang hina." (Yusuf: 32)
Dengan mengikuti ajaran Rasulullah, telah nyata bahwa cinta memiliki permulaan yang dapat dikendalikan oleh orang yang berhati bersih. Muqaddimah cinta memang tak terasa, saat seseorang bertutur sapa, saling memberi senyum merupakan yang halus.
Demikianlah hal yang perlu dikendalikan moleh orang yang mengaku Islam. Namun, jika seseorang yang dimabuk cinta sudah sampai pada titik, dimana ia tidak lagi mampu mengendalikan nafsunya, sama halnya ia membelenggu dirinya dalam permasalahan yang pelik.
مَا كَانُوا يَسْتَطِيعُونَ السَّمْعَ وَمَا كَانُوا يُبْصِرُونَ (٢٠)
”Mereka selalu tidak dapat mendengar (kebenaran) dan mereka selalu tidak dapat melihat(nya)” (Hud: 20).
Demikian itu, memberikan petunjuk agar kita tetap berada pada koridor yang dirahmati Allah. Di mana laki-laki yang telah beristri, harus merasa cukup dengan istrinya dan ridha kepadanya serta penuh cinta kepadanya. Jika terdapat benih cinta yang mulai tumbuh, maka bersegeralah untuk membentenginya dengan sekuat tenaga.
Karena Rasulullah bersabda:
المُهَاجِرُ مَنْ هَاجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنهُ، وَالمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ هَوَاهُ
Muhajir (orang yang berhijrah) ialah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah, dan mujahid (pejuang) adalah orang yang memerangi hawa nafsunya.
Dewasa ini memang terdapat sebuah hubungan persaudaraan, hubungan tersebut terjalin untuk mempererat tali ukhuwah, antara adik dan kakak angkat yang terjalin semata karena Allah. Selama keduanya yakin itu bukanlah hal yang dibenci olehNya maka tidaklah mengapa bagi keduanya.
Oleh sebab itu, jika ada salah satu dari keduanya mengatakan, ”Aku mencintaimu semata karena Allah”, maka kita dianjurkan untuk menjawab:
أَحَبَّكَ الَّذِيْ أَحْبَبْتَنِي لَهُ
“Semoga Allah mencintai kamu yang cinta kepadaku karenaNya.” HR. Abu Dawud 4/333.
Al-Albani menyatakan, hadits tersebut hasan dalam Shahih Sunan Abi Dawud 3/965.
DAFTAR BACAAN
رؤية اسلاميه متواضعه. diakses 24 Oktober 2009. (http://islamic-vision.blogspot.com/2008/06/blog-post_30.html) نكاح المخبب بمن خبب به
ا. diakses 24 Oktober 2009. (http://www.islamonline.net/servlet/Satellite?pagename=IslamOnline-Arabic-Ask_Scholar/FatwaA/FatwaA&cid=1122528619114)
أحبك الله الذي أحببتني من أجله. diakses 24 Oktober 2009..(http://www.aljazeeratalk.net/forum/archive/index.php/t-148355.html)
Ciputat , 24 Oktober 2009 Oleh : M. Arief Hidayatullah
No comments:
Post a Comment