Riya
merupakan perbuatan buruk amat halus. Setiap kita ingin menghindarinya.
Namun seakan-akan senjata setan ini terus mengintai kita dalam setiap
aktivitas. Dari manakah riya’ bisa masuk?
Mengenali
pintu masuk riya’ sangat penting agar kita bisa menutupnya sebelum ia
masuk. Inilah mereka, pintu-pintu riya’ dalam sisi praktisnya, agar kita
dapat segera menutupnya jika mengenalinya.
PINTU RIYA’ DARI SISI AMALAN
Pintu
riya’ yang terburuk adalah tujuan seseorang dalam beramal sama sekali
tidak untuk Allah. Ia benar-benar melakukan amal agar diketahui orang
lain bahwa ia melakukannya dan tak bermaksud ikhlas secara mutlak. Yang
seperti ini merupakan salah satu bentuk kemunafikan.
Riya’
juga bisa menyusup kepada orang yang mulanya beramal karena Allah,
namun ketika ada orang yang memperhatikannya, maka ia memperbagus
amalannya. Ini adalah syirik halus.
Sering
juga riya’ menyusup setelah seseorang selesai mengerjakan amalannya. Ia
melakukan ibadah karena Allah dan juga mengakhirinya karena Allah.
Lalu, ia dikenal orang banyak dengan ibadahnya tesebut dan dipuji oleh
orang-orang. Akibatnya , pujian itu terbetik dalam hatinya dan dirinya
berharap agar mereka memuji dan memuliakannya.
Parahnya, kadang-kadang yang seperti ini mendapatkan tujuan-tujuan
duniawi yang ia harapkan dari fenomena ini. Lalu ketidakikhlasannya
bertambah parah.
PINTU PENAMPILAN DAN BADAN
Ada
juga pintu masuk riya’ yang bersifat badani dan penampilan. Misal,
orang yang menampakkan pacar (sejenis bunga) dan celak mata agar
orang-orang yang melihatnya menilai bahwa ia adalah seorang ahli ibadah.
Kadang, orang melakukan riya’ dalam bentuk ini melakukannya dengan cara
merendahkan suara, membiarkan mulutnya kering, melemaskan badannya
untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa ia sedang berpuasa.
Termasuk
dalam kategori ini adalah orang yang memakai pakaian sederhana, compang
camping, atau penuh tambalan agar orang-orang mengira bahwa ia adalah
seorang yang zuhud terhadap dunia. Bisa juga, orang yang memakai pakaian
tertentu yang biasa dipakai oleh ulama misalnya jubah, surban agar
dianggap sebagai orang yang yang ahli agama.
Tentu berbeda masalahnya jika golongan yang pertama benar-benar tak
punya pakaian yang bagus, atau jika golongan yang kedua benar-benar
ikhlas melakukannya karena mengikuti sunnah.
Penampilan
di mimbar dan forum juga riskan terhadap riya’. Yang seperti ini bisa
terjadi pada tokoh agama saat memberikan nasihat dan ceramah. Bisa juga
berbentuk menjadi omongan dan wibawa dalam berdiskusi dan berdialog
untuk menunjukkan banyaknya ilmu yang dimiliki.
PINTU HUBUNGAN SOSIAL
Riya’
bisa juga terjadi dalam masalah hubungan sosial yang baik. Misal,
orang-orang yang memaksakan diri mereka untuk mengunjungi seseorang yang
alim, agar dikatakan bahwa mereka telah mengunjungi orang alim
tersebut. Atau sebaliknya, seseorang yang mengundang orang-orang untuk
mengunjunginya agar dikatakan bahwa para ulama bolak balik bertamu ke
rumahnya. Atau bisa saja para orang alim datang ke rumahnya untuk urusan
tertentu, namun orang-orang kagum karena orang alim pun datang ke
rumahnya, sehingga ia senang dengan kekaguman masyarakat tersebut.
YANG HALUS LAGI SAMAR
Riya’ sering masuk dalam bentuk yang sangat halus. Contohnya, adalah orang yang mencela dirinya sendiri di hadapan orang lain. Ternyata
di dalam hatinya tersembunyi keinginan agar orang mengira dirinya
adalah orang yang tawadhu’ sehingga ia akan terangkat derajatnya di
hadapan mereka, lalu mereka memujinya dengan sikapnya tersebut.
Di
antara pintu riya’ yang amat samar adalah orang yang beramal dengan
menyembunyikan amalnya agar tidak diketahui seorangpun, merahasiakan
ketaatannya. Walaupun demikian, jika ia bertemu orang-orang ia lebih
senang jika mereka yang memulai salam kepadanya., atau mereka
menyambutnya dengan wajah ceria dan menyanjungnya serta memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Jika ia tidak mendapatkan semua ini, maka hatinya
merasa sakit, seakan akan ia ingin mendapatkan penghormatan dari
ketaatan yang ia sembunyikan.
Termasuk
dalam yang samar ini adalah menjadikan keikhlasan sebagai sarana untuk
mencapai keinginan yang dimaksud. Ibny Taimiyah bercerita,
“Diceritakan
bahwa Abu Hamid Al-Ghazali menyampaikan kepadanya, bahwa barangsiapa
yang ikhlas karena Allah selama 40 hari akan memancar hikmah dari
hatinya ke mulutnya. Ia pun berkata, ‘Maka aku telah berbuat ikhlas
selama 40 hari, akan tetapi belum juga memancar hikmah maka ketika aku
mengatakan hal itu kepada sebagian orang orang bijak, mereka berkata
kepadaku, ‘Sesungguhnya kamu telah mengusahakan ikhlas karena ingin
mendapatkan hikmah bukan karena Allah.’”
Sungguh
banyak pintu-pintu riya’. Yang tersebut di atas hanyalah sebagian
darinya. Intinya adalah ketika kita merasa nikmat dengan pandangan atau
perkataan orang lain tentang kebaikan kita, maka di situlah pintu riya’
mulai terbuka. Maka berhati-hatilah. Semoga Allah menjadikan kita
sebagai hamba-Nya yang ikhlas.
Ditulis ulang oleh islam yang sejuk, sumber; majalah nikah
No comments:
Post a Comment